Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menekankan bahwa pengembangan industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri harus dilengkapi dengan industri daur ulang baterai.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian LHK Sigit Reliantoro mengatakan bahwa penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil memang menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap pemanasan global dibandingkan dengan kendaraan listrik. Namun, produksi baterai untuk kendaraan listrik memiliki dampak jauh lebih besar terhadap penipisan sumber daya dibandingkan menggunakan bahan bakar minyak.
"Catatan kami yang paling penting dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik adalah pada waktu produksi baterai yang perlu diperhatikan, terutama kegiatan pertambangannya, smelternya, karena produksi baterai menyumbang 10—75 persen energi dan berkontribusi 7—8 persen total emisi," ujar Sigit dalam acara Indonesia Energy Efficiency and Conservation Conference & Exhibition 2021, Rabu (16/6/2021).
Agar dampak terhadap penipisan sumber daya dan potensi pemanasan global dapat diminimalisir pengembangan baterai kendaraan listrik harus disertai dengan pengembangan industri daur ulangnya.
Untuk mendukung pengembangan industri daur ulang baterai tersebut, KLHK sudah menerbitkan regulasi mengenai baku mutu daur ulang baterai litium.
"KLHK sangat mendukung implementasi kendaraan listrik dengan beberapa catatan, industrinya harus komplet, ada recycle-nya, dipilih teknologi baterai terbaru karena dampaknya paling kecil, dan aspek pertambangannya dilakukan dengan baik sehingga dampaknya secara life cycle bisa dikurangi," kata Sigit.