Bisnis.com, JAKARTA - Optimisme konsumen kembali mengalami penguatan pada periode Mei 2021, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tetap berada pada jalur optimis, sebesar 104,4.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan kenaikan IKK tersebut sejalan dengan proyeksi bahwa pemulihan ekonomi terus berlanjut di kuartal II/2021 ini. Peningkatan IKK pada Mei 2021 menurutnya tidak terlepas dari momentum Ramadan dan Idulfitri, di mana pemerintah mewajibkan perusahaan untuk membayarkan THR secara penuh kepada pekerja.
“Dibandingkan tahun lalu, tahun ini beberapa perusahaan mulai menyalurkan kembali THR, hal yang sama juga terjadi untuk para pekerja di ASN,” katanya kepada Bisnis, Rabu (9/6/2021).
Faktor pendorong lainnya adalah terlihat ada tren penurunan kasus Covid-19 pada Mei 2021. Oleh karena itu, penyebaran kasus Covid-19 juga akan menjadi penentu dinamika IKK, terutama pada semester II/2021.
“Seperti yang kita tahu, ketika kasus Covid-19 meningkat dan berdampak pada aktivitas masyarakat, maka optimisme masyarakat berpeluang menurun, namun jika pemerintah berhasil menjaga penyebaran kasus, ini bisa berdampak stabilitas IKK di bulan berikutnya untuk tetap berada di level optimis,” jelasnya.
Di samping itu, pemerintah menurutnya pun perlu terus melanjutkan pemberian bantuan, seperti misalnya bantuan langsung tunai kepada masyarakat menengah ke bawah.
Baca Juga
Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira berpendapat momentum Ramadan dan Idulfitri menjadi penggerak utama peningkatan IKK pada periode Mei 2021, terutama tambahan penghasilan masyarakat dari THR yang dibayar secara penuh.
“Masyarakat yang bekerja di sektor komoditas, pertambangan, dan perkebunan juga menikmati booming harga komoditas sehingga pendapatannya membaik, jadi lebih optimis ke depan,” jelasnya.
Namun demikian, Bhima mengatakan peningkatan optimisme pada masyarakat kelas menengah ke bawah terjadi secara tidak merata, sehingga pemerintah tetap perlu mendorong daya beli masyarakat kelas ini melalui pemberian bansos. Bhima juga menyoroti rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Hal ini dinilai akan berdampak pada konsumsi rumah tangga dan tergerusnya IKK ke depan.
Menurutnya, rencana menaikkan tarif PPN di tengah upaya pemulihan ekonomi tidaklah tepat, apalagi jika menyangkut bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat banyak. Peningkatan tarif PPN pada bahan pokok dinilai akan sangat berdampak pada konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah, bahkan akan berdampak pada meningkatknya garis kemiskinan.
“bahan makanan menyumbang 73 persen dari garis kemiskinan, sedikit saja naik misal harga beras dari Rp10.000 yang tadinya tidak kena PPN menjadi Rp11.000, maka tambahan Rp1.000 akan menggerus daya beli masyarakat sehingga IKK bisa kembali mengalami penurunan,” tuturnya.