Bisnis.com, JAKARTA - Wacana pemerintah menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak (PPN) sebagai bagian dari pengubahan skema tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat reaksi ‘hangat’ dari masyarakat.
Sejumlah pengamat dan tokoh publik menilai kebijakan tersebut justru akan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan bahwa wacana tersebut tengah digodok dengan meminta masukan dari banyak pihak.
“Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya?Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!” cuitnya melalui akun Twitter @prastow, Rabu (9/6/2021).
Lebih lanjut, mantan Direktur Eksekutif CITA itu juga menyampaikan bahwa upaya optimalisasi penerimaan pajak tersebut juga menjadi fokus negara-negara lain yang juga perekonomiannya terdampak buruk pandemi Covid-19.
Prastowo menyebut setidaknya 15 negara yang menyesuaikan skema tarif PPN untuk membiayai penanganan pagebluk.
Baca Juga
Bahkan, sambungnya, Amerika Serikat dan Inggris sebagai dua negara yang juga berencana menaikkan tarif PPN untuk sustainibilitas.
“Kita lakukan kajian dan benchmarking. Belajar dari pengalaman dan tren negara lain. Yang gagal ditinggal, yang baik dipetik. Ini ringkasan datanya: 24 negara tarif PPN-nya di atas 20%, 104 negara 11-20%, selebihnya beragam 10% ke bawah. Lalu Indonesia bagaimana melihat ini?” cuitnya kemudian.
Sementara itu, rencana pemerintah mengganti skema tunggal PPN menjadi multitarif adalah semata-mata untuk memenuhi azas keadilan bagi masyarakat.
Artinya, PPN yang dibayarkan mengacu pada penghasilan serta pola konsumsi masyarakat.
“Yang dikonsumsi masyarakat banyak (menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10%. Sebaliknya, yg hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu menyubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong,” jelas Prastowo dalam cuitan lainnya.
Dia pun meminta semua elemen bangsa untuk memberikan masukan terkait kebijakan ini agar benar-benar tepat sasaran dan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.