Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Energi Surya Indonesia berharap supaya pemerintah memberi relaksasi terkait dengan aturan syarat tingkat komponen dalam negeri untuk modul surya guna mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga surya di dalam negeri.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menilai aturan syarat TKDN sebesar 40 persen untuk modul surya menghambat akselerasi pengembangan PLTS karena industri hulu panel surya dalam negeri belum berkembang sehingga kebutuhan komponen PLTS sebagian besar masih dipenuhi dari impor.
"Susah penuhi TKDN 40 persen karena industrinya enggak ada. Kami ingin bicara dengan Menteri Perindustrian itu direlaksasi dulu, kasih waktu industrinya kami bangun, baru TKDN-nya dikencengin," ujar Fabby dalam diskusi media, Selasa (1/6/2021).
Dia mencontohkan bahwa India juga tidak memberi aturan TKDN yang ketat ketika masa awal pengembangan PLTS pada 2008.
Saat ini, setelah permintaan PLTS di negaranya cukup besar dan kemampuan produksi modul suryanya telah mencapai sekitar 10 gigawatt (GW) per tahun, Pemerintah India baru mengetatkan syarat TKDN untuk proyek PLTS yang didanai pemerintah.
Menurutnya, dengan industri modul surya dalam negeri yang belum berkembang dan adanya syarat TKDN juga mengakibatkan harga listrik dari PLTS sulit ditekan.
"PLN maunya US$4 sen per kWh. Dengan harga modul surya dalam negeri hari ini boro-boro US$4 sen, US$9 sen saja susah. Kalau mau US$4 sen harus impor, tapi mau impor terhalang ketentuan TKDN," kata Fabby.
Dia pun optimistis bila nantinya pasar dan industri PLTS telah bertumbuh, penggunaan TKDN bahkan bisa mencapai 100 persen.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa isu TKDN dalam industri panel surya memang menjadi tantangan dalam akselerasi pengembangan PLTS. Untuk itu, pemerintah akan berusaha memperbaiki regulasi terkait hal ini.
Dengan didorongnya pengembangan sektor hulu PLTS, dia yakin harga listrik dari PLTS akan semakin kompetitif.
"Kemampuan industri surya dalam negeri baru di tahap assembly modul surya dan masih pada skala ekonomi yang kecil. Inverter masih belum dapat diproduksi dalam negeri," kata Arifin.