Bisnis.com, JAKARTA — Oxford Economics merilis laporan terbaru yang menyebut bahwa sektor pangan berbasis pertanian atau agri-food dapat menjadi penggerak utama bagi pemulihan ekonomi Indonesia pasca Covid-19. Sayangnya, di saat yang sama sektor tersebut pun paling rentan terhadap gangguan-gangguan di kawasan Asia Tenggara.
Gangguan tersebut meliputi risiko penawaran dan permintaan, kebijakan fiskal, serta pandemi yang tak kunjung usai.
Mengutip Laporan yang bertajuk The Economic Impact of Agri-Food Sector in South East Asia, Jumat (28/5/2021), menyebutkan sektor tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pemulihan ekonomi Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan ketersediaan pangan dengan harga yang stabil.
Laporan itu menunjukkan bahwa pada 2019, sektor agri-food di Indonesia memberikan kontribusi PDB sebesar US$374 miliar didorong oleh luasnya lanskap pertanian yang berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan nasional dan lapangan pekerjaan.
Sektor agri-food pun tercatat telah menyerap separuh dari tenaga kerja yang ada dengan 63,4 juta lapangan pekerjaan. Dengan begitu telah menjadikannya penghasil lapangan pekerjaan terpenting dalam perekonomian negara serta sebagai penyumbang pendapatan pajak sebesar US$42,7 miliar.
Tahun lalu, sektor agri-food juga terbukti tetap kokoh selama pandemi Covid-19 dengan pertumbuhan 2 persen pada 2020 atau peningkatan terhadap kontribusi PDB sebesar US$8,2 miliar.
Namun, sektor ini diperkirakan akan menghadapi sejumlah tantangan selama masa pemulihan ekonomi.
Direktur Economic Consulting Asia untuk Oxford Economics James Lambert mengatakan seiring dengan semakin kuatnya Indonesia untuk keluar dari pandemi, penting bagi para pembuat kebijakan untuk menciptakan kondisi yang paling kondusif bagi industri agri-food agar dapat berdiri kembali, serta merencanakan, merancang, dan mengomunikasikan setiap kebijakan fiskal dengan cermat.
Hal itu memungkinkan industri untuk dapat terus memberikan manfaat ekonomi yang signifikan seperti dalam beberapa puluh tahun terakhir ini.
Laporan Fiscal Risk Assessment Framework juga menemukan fakta bahwa Indonesia termasuk yang paling berisiko di Asia dari penyesuaian fiskal setelah Covid-19, bahkan lebih dari China, India, dan negara-negara Asia yang memiliki ekonomi dengan penghasilan tinggi lainnya.
"Dalam arti lain, respon terhadap fiskal yang disusun dengan buruk dapat berpotensi membahayakan pemulihan sektor agri-food, serta berdampak pada ketahanan pangan, pendapatan dan lapangan pekerjaan, dan peluang ekonomi secara keseluruhan," ujarnya dalam laporan tersebut.
Lambert mengatakan laporan ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengembangkan respon fiskal yang penuh pertimbangan dan tidak menghambat pemulihan industri agri-food.
Adapun tiga syarat yang harus dipenuhi antara lain memanfaatkan pendidikan untuk mempengaruhi perilaku, mendukung standar regulasi terhadap pajak, dan, menjaga komunikasi yang konsisten dengan industri.