Bisnis.com, JAKARTA — Industri hilir hasil olahan kayu atau furnitur diminta lebih disiplin menerapkan standar pada setiap produk guna bersaing dengan produk impor untuk menyasar pasar dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan (APHI) Indroyono Soesilo mencontohkan ritel furnitur seperti IKEA tentu memiliki standar yang harus dijaga. Di Vietnam menurutnya, produsen lokal sudah bisa lebih cepat menjadi pemasok dibandingkan dengan di Tanah Air.
"Sebenarnya IKEA juga bukan kayu yang mahal-mahal tetapi prinsipnya berstandar dan bersertifikasi. Memang masih banyak PR yang harus kita kerjakan tetapi penguatan SVLK [Sistem Verifikasi Legalitas Kayu] itu penting," katanya kepada Bisnis, Rabu (26/5/2021).
Indroyono juga berharap untuk mendorong penyerapan produksi hasil hutan di dalam negeri LKPP dapat membuat surat edaran agar kayu yang dipakai dalam produk e-katalaog wajib yang memiliki SVLK. Saat ini SVLK baru diterapkan untuk produk furnitur, belum pada produk hasil hutan yang lain.
Sementara itu, di pasar ekspor industri hasil hutan hingga April 2021 mencatat kinerja ekspor yang membaik atau 21,6 persen menjadi US$4,42 miliar dari periode yang sama tahun lalu US$3,63 miliar.
Indroyono menilai kinerja hulu industri kehutanan akan sangat bergantung pada kinerja industri hilir, di mana berdasarkan laporan produsen di daerah dalam lima bulan ke depan pesanan masih positif.
"Namun itu kalau biasa-biasa saja sementara kita pernah turun sekali pada 2018, jadi agar lebih terjaga ke depan pertumbuhannya industri diharapkan tidak bergantung dengan tradisional market," katanya kepada.
Indroyono mencontohkan untuk pasar Eropa saat ini nilai ekspor baru US$1 miliar, sedangkan dengan 28 negara yang dimiliki impor industri hulu dan hilir Eropa berkisar US$52 miliar. Begitu pula di Amerika Serikat (AS) ekspor Indonesia baru sekitar US$1-1,52 miliar. Padahal China yang dikenakan pajak 25 persen saja ekspor produk kehutanan ke AS berkisar US$35-36 miliar.