Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Transaksi Berjalan Tahun Ini Berpotensi Melebar, Pertanda Apa?

Menurut Yusuf, kondisi defisit transaksi berjalan pada tahun ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada komponen neraca barang, diperkirakan kembali mengalami defisit karena kembali menggeliatnya ekonomi.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memperkirakan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) tahun ini akan mencapai kisaran US$10 hingga US$15 miliar.

Menurut Yusuf, kondisi defisit transaksi berjalan pada tahun ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada komponen neraca barang, diperkirakan kembali mengalami defisit karena kembali menggeliatnya ekonomi.

Ekonomi yang membaik mendorong peningkatan impor, khususnya untuk kebutuhan bahan baku dan barang modal, meski di sisi lain, ekspor juga akan mengalami peningkatan dampak dari perbaikan ekonomi China dan perbaikan harga komoditas.

“Saya kira [peningkatan ekspor] belum bisa mengkompensasi kenaikan impor,” katanya kepada Bisnis, Senin (17/5/2021).

Sementara, menurutnya komponen neraca jasa juga akan mengalami defisit, khususnya pada komponen pembayaran jasa telekomunikasi, komputer, dan informasi.

Yusuf menyampaikan, kondisi ini di satu sisi menunjukkan perekonomian kembali berada pada jalur pemulihan. Namun di sisi lain, kondisi ini juga menunjukkan kerapuhan fundamental ekonomi Indonesia.

“Misalnya, neraca barang tadi, kenaikan impor menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian mulai bergeliat namun hal ini juga menunjukkan bahwa industri di dalam negeri masih sangat bergantung pada komponen bahan baku impor,” tuturnya.

Dia menjelaskan, kondisi ketergantungan impor tersebut memiliki konsekuensi. Jika mata uang mengalami pelemahan, biaya yang harus ditanggung pelaku usaha di dalam negeri akan menjadi lebih tinggi.

Yusuf menambahkan, surplus pada neraca pendapatan primer juga menunjukkan Indonesia bergantung pada investor dari luar negeri dan jenis investasi yang rentan terhadap gejolak ekonomi.

“Karena itu, jika terjadi gejolak ekonomi global sedikit saja, ini akan mempengaruhi sentimen investor dan bisa berdampak pada kondisi sudden capital outflow. Inilah yang dimaksud rapuhnya beberapa indikator belum kuatnya fundamental ekonomi di dalam negeri,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper