Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengklaim dalam kondisi yang harap-harap cemas saat ini. Pasalnya utilisasi hulu terpantau tengah melandai ke level 40 persen dan hilir yang juga hampir di level sama 40-65 persen.
Alhasil, industri ini dinilai bukan penyumbang Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang mampu menembus level 54,6 untuk periode April 2021 lalu.
"PMI tinggi sekali saya rasa bukan dari tekstil mungkin farmasi, makanan dan minuman, atau otomotif," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman kepada Bisnis, Senin (3/5/2021).
Rizal mengemukakan saat ini kondisi industri TPT sedang berharap cemas mengingat konsumsi masyarakat yang tercatat naik diharapakan benar-benar untuk melakukan pembelian produk dalam negeri.
Jika tidak, maka akan percuma konsumsi tekstil naik tetapi tidak mendorong industrinya bertumbuh. Apalagi pada kuartal I/2021, Rizal hanya berharap industri mulai menikmati pertumbuhan di level 1-2 persen.
"Tanah Abang kemarin sudah ramai, saya ke IKM Soreang juga banyak penjualan online yang katanya mulai naik, lalu untuk sarung yang brand juga sudah 100 persen utilisasinya. Jadi secara keseluruhan saya masih berharap masyarakat belanjanya produk dalam negeri," ujar Rizal.
Sisi lain, Rizal juga masih menunggu implementasi safeguard garmen yang kabarnya akan dirilis setelah Lebaran. Jika benar, hal itu diklaim akan sangat membantu industri mengejar kinerja mulai kuartal II/2021 ini.
Kementerian Perindustrian sebelumnya telah mengusulkan tarif safeguard bervariasi pada produk garmen dengan besaran tarif agar lebih memberikan kepastian ketimbang sekadar persentase saja.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mencontoh sejumlah usulan untuk atasan casual, seperti produk t-shirt diusulkan tarif Rp27.000, jaket Rp63.000, outer Rp79.000, hijab sebesar Rp19.800, dan untuk gamis sebesar Rp59.000.