Bisnis.com, JAKARTA - Maskapai nasional diminta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap penumpang yang terdampak penundaan waktu atau delay hingga pembatalan dan jangan hanya fokus mengejar tingkat ketepatan waktu (on time performance/OTP).
Pemerhati penerbangan Alvin Lie menuturkan tingkat OTP memang tidak berkaitan langsung dengan aspek keselamatan penerbangan, tetapi lebih merujuk kepada kualitas layanan dan keandalan maskapai. Penghitungan OTP juga lebih memperhatikan kepastian pengguna jasa tiba tepat waktu sesuai jadwal dan perencanaan perjalanan.
Selama pandemi Covid-19 melanda, paparnya, jumlah penerbangan turun drastis sehingga pergerakan dan kegjatan administratif jauh berkurang yang semestinya membuat maskapai lebih mudah dalam memenuhi tingkat OTP tersebut. Sepanjang OTP maskapai sudah berada di atas rata-rata 70 persen, kondisi tersebut sudah tergolong baik.
"OTP di penerbangan Indonesia masih ukurannya apakah ketika berangkat mengalami penundaan delay enggak. Nah, kalau delay bagaimana pelayanan penumpang terdampak delay. Jadi jangan mengejar OTP tapi juga layanan ketika terjadi delay seperti apa," ujarnya, Minggu (2/5/2021).
Sslain itu, Alvin juga menilai tingkat OTP saat ini perlu lebih diperjelas apakah hanya sekadar saat keberangkatan pesawat atau juga pada saat mendarat. OTP maskapai saat mendarat juga lebih penting karena pada saat keberangkatan memang lebih rawan mengalami kemunduran berbagai faktor menyebabkan tertundanya penerbangan baik internal maupun eksternal.
Dari sisi internal seperti teknis pesawat, kru, dan logistik hingga administrasi maskapai. Sementara faktor dari luar adalah pergerakan, cuaca, kepdatan pergerakan, dan lainnya.
Baca Juga
Penumpang pun mempunyai hak berupa kompensasi dari maskapai penerbangan apabila jadwal penerbangan mengalami keterlambatan. Hak-hak penumpang mengenai kompensasi keterlambatan yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 89/2015.
Keterlambatan sesuai dengan Pasal 2 regulasi tersebut terbagi dalam 3 golongan yakni keterlambatan penerbangan (flight delayed), tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied boarding passenger), dan pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Adapun, untuk menghitung delay pesawat yakni selisih antara jadwal keberangkatan pesawat dengan realisasi saat pesawat meninggalkan apron bandara menuju landasan pacu untuk melakukan lepas landas atau take off.
Keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung berdasarkan perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau pada saat pesawat block on dan parkir di apron bandara tujuan.