Bisnis.com, JAKARTA - Pariwisata menjadi sektor ekonomi yang paling terdampak di saat pandemi Covid-19. Berbagai lini usahanya terpukul dashyat. Meningkatnya angka pengangguran sangat menohok ekonomi masyarakat.
Diperlukan terobosan jitu dari pemerintah untuk menemukan strategi yang tepat untuk pemulihannya. Salah satu upaya yang dapat didorong adalah ekowisata.
Ekowisata merupakan konsep pariwisata yang bersandar pada kelestarian sumber daya alam. Potensial menjadi solusi di kala pandemi Covid-19 saat ini. Berwisata di tempat terbuka merupakan pilihan yang bagus untuk menghindari kontak manusia secara dekat.
Tentunya wilayah tujuan wisata tersebut harus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Ekowisata dapat mendongkak perkembangan ekonomi di suatu wilayah secara signifikan dan berkelanjutan.
Salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah ekowisata di pulau-pulau terluar. Sejauh ini potensi pulau-pulau terluar belum dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, terdapat 111 pulau-pulau terluar yang tersebar di 22 provinsi. Sebanyak 12 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Pulau Rondo (India), Pulau Berhala (Malaysia), Pulau Nipah (Singapura), Pulau Sekatung (Vietnam), Pulau Marore, Pulau Miangas dan Pulau Marampit (Filipina), Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Bras (Palau), Pulau Batek (Timor Leste), dan Pulau Dana (Australia).
Baca Juga
Meskipun Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara tetapi lembaga ini belum dapat mendongkrak perkembangan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau terluar.
Alhasil, potensi ekonomi yang luar biasa seperti perikanan, pariwisata, mineral bawah laut dan lainnya belum dimanfaatkan dengan baik. Pulau-pulau terluar juga memiliki banyak keterbatasan seperti minimnya ketersediaan sumber daya energi, infrastruktur hingga jauhnya letak pulau.
Ekowisata di pulau-pulau terluar perlu diarahkan untuk wisata premium. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menyiasati terbatasnya kemampuan pemerintah. Perlunya biaya yang cukup tinggi untuk pengaturan transportasi maupun logistik mendorong wisata pulau-pulau terluar harus diarahkan pada wisata premium.
Pangsa pasarnya adalah wisatawan menengah atas yang menginginkan suasana dan tantangan baru serta rela mengeluarkan biaya cukup tinggi.
Penelitian dari Hultman et al. (2015) menunjukkan adanya keselarasan sikap dan kesadaran wisatawan terhadap ekowisata berpengaruh positif terhadap minat dan keinginan membelanjakan uang untuk wisata premium atau willingness to pay premium (WTPP).
Kolaborasi menjadi kata kunci kesuksesan pengembangan pulau-pulau terluar sebagai destinasi wisata premium. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai instansi penanggung jawab pariwisata perlu berperan aktif mendorong kerja sama dengan Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenhub, Kementerian BUMN, Kemendes, Bakamla, TNI dan Polri untuk pengelolaan wisata, termasuk penentuan jalur laut yang akan dilalui kapal pesiar.
Lokasi-lokasi yang potensial untuk kegiatan snorkeling, diving hingga memancing perlu dipetakan secara tepat dalam jalur laut tersebut. Ini merupakan daya tarik bagi wisata premium pulau-pulau terluar.
Keamanan dan keselamatan bagi wisatawan yang akan berkunjung harus diutamakan. Jalur laut yang memiliki resiko keamanan yang tinggi harus dihindari. Kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan domestik ke pulau-pulau terluar akan mendorong kesadaran masyarakat terhadap wilayah tersebut sebagai garis depan Indonesia.
Kunjungan wisatawan juga mempertegas eksistensi dan kedaulatan Indonesia terhadap pulau-pulau terluar. Pemerintah pusat dan daerah perlu berkolaborasi mendorong beberapa pulau terluar yang dihuni untuk menampilkan atraksi seni, wisata kuliner, produk kerajinan di pulau tersebut.
Para wisatawan yang singgah dapat merasakan sensasi berkeliling pulau serta bercengkerama dengan masyarakat. Kegiatan tersebut akan mendorong pelestarian budaya dan peningkatan ekonomi masyarakat.
Masyarakat pulau-pulau terluar juga harus didorong membentuk badan usaha milik desa (BUMDes) untuk mengelola usaha. Penelitian Haesup Han et al. (2019) menunjukkan bahwa pariwisata berbasis komunitas merupakan sarana yang efisien untuk meningkatkan keberlanjutan sosial, melestarikan tradisi lokal, sumber daya alam dan mengurangi kemiskinan. Kearifan lokal dapat meningkatkan kinerja pariwisata dan memberikan pengalaman baru bagi wisatawan.
Pemerintah perlu segera membuat proyek percontohan ekowisata yang berlandaskan wisata premium di beberapa pulau-pulau terluar. Keberhasilan proyek percontohan dapat menjadi bukti nyata pengelolaan pulau-pulau terluar.