Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA). Regulasi yang diharapkan dapat meningkatkan arus perdagangan ini juga harus diwaspadai.
Seri Anasisis Ekonomi LPEM FEB UI yang ditulis Mohamad Revindo dan Cania Adinda Sinaga melaporkan melalui IE-CEPA, kedua belah pihak, yaitu Indonesia dengan asosiasi perdagangan bebas yang di dalamnya Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swis memiliki tiga kesepakatan.
“Mengurangi berbagai hambatan perdagangan baik yang berbentuk tarif maupun nontarif, memberikan kemudahan investasi, dan melakukan berbagai kerja sama lainnya,” tulisnya sebagaimana dikutip pada Jumat (23/4/2021).
Bagi Indonesia, terang Revindo dan Cania, tataran ideal IE-CEPA diharapkan akan menjadi pintu masuk produk Indonesia ke kawasan Eropa.
Lalu, meningkatkan investasi bernilai tambah tinggi dari pengusaha di negara-negara EFTA dan menggenjot kapasitas pada bidang standar, pendidikan, dan pelatihan, termasuk untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM).
Secara historis, hubungan perdagangan kedua pihak cukup dinamis. Selama 10 tahun terakhir, Indonesia pernah mengalami surplus pada 2015, 2016, 2017, dan 2020. Selebihnya defisit.
Detailnya, Indonesia cenderung mencatat defisit terhadap Norwegia dan Islandia, tetapi surplus dari Swis dan Liechtenstein.
Melalui simulasi dengan aplikasi Global Trade Analysis Project (GTAP), Revindo dan Canian menganalisa dampak IE-CEPA terhadap perekonomian Indonesia dengan permisahan kedua pihak mengeliminasi 50 persen tarif untuk seluruh jenis produk.
Pertama, volume perdagangan kedua pihak tentunya akan meningkat. Tapi, perkiraan kenaikan ekspor Indonesia sebesar Rp385 miliar lebih kecil daripada perkiraan kenaikan impornya dari EFTA, yaitu Rp682 miliar. Dengan demikian, terdapat potensi dampak negatif CEPA terhadap neraca perdagangan.
Kedua, meski terdapat kemungkinan tekanan terhadap neraca perdagangan, ada peluang Indonesia memasarkan produk olahan bernilai tambah jika menilik data impor negara-negara EFTA.
Ini tentu dapat memperkuat industri pengolahan domestik dan menghindari ketergantungan Indonesia terhadap ekspor produk primer, seperti karet dan batu bara.
Ketiga, melalui IE-CEPA diharapkan selain peningkatan perdagangan barang, akan berkembang pula perdagangan jasa, investasi dan tenaga kerja.
“Melalui CEPA akan terjadi penghapusan atau penurunan ribuan pos tarif dari kedua pihak yang diharapkan akan meningkatkan arus perdagangan. Meskipun demikian, terdapat kemungkinan negara-negara EFTA lebih mampu memanfaatkan peluang ini dibandingkan dunia usaha Indonesia. Karena itu, diperlukan strategi akses pasar yang kuat agar CEPA ini tidak memberikan tekanan pada neraca perdagangan,” papar Revindo dan Cania.