Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemulihan Industri TPT, Penerapan Tarif Impor Hilir Diminta Lebih Besar dari Hulu

Dengan demikian, produsen garmen akan lebih optimal menyerap bahan baku dalam negeri sekaligus mendapatkan kepastian pasar.
Pekerja menyelesaikan produksi celana di salah satu industri tekstil, Kopo, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (21/1/2021). -ANTARA
Pekerja menyelesaikan produksi celana di salah satu industri tekstil, Kopo, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (21/1/2021). -ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah didesak menerapkan struktur tarif yang selaras dari hulu hingga hilir untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Idealnya, pengenaan tarif impor produk hilir harus lebih besar daripada tarif impor produk hulu.

Hal itu termasuk pengenaan tarif pengamanan perdagangan sementara berupa safeguard atau pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Dengan demikian, produsen garmen akan lebih optimal menyerap bahan baku dalam negeri sekaligus mendapatkan kepastian pasar.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan jika hal itu bisa diterapkan maka artinya dalam satu kebijakan, dua manfaat terpenuhi yaitu mendorong penciptakan nilai tambah karena mendorong penggunaan bahan baku lokal, sekaligus substitusi impor.

Namun, lanjut Enny nyatanya struktur tarif impor industri TPT saat ini justru terbalik, tarif di sisi hulu dan intermediate lebih tinggi dari sisi hilir. Bahkan, untuk produk hilir produk yang berasal dari negara mitra perdagangan bebas (FTA) seperti China, tidak ada pengenaan tarif impor.

"Padahal, hampir seluruh negara tujuan ekspor TPT Indonesia mengenakan safeguard atau BMTP guna perlindungan pasar dalam negeri, karena masih diperbolehkan WTO," katanya dalam diskusi Indef, Kamis (22/4/2021).

Enny mengemukakan pemberlakuan kebijakan perdagangan yang kontradiktif tersebut, akan menyebabkan konsekuensi sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja nasional. Terlebih lagi saat pemulihan ekonomi justru memerlukan banyak lapangan kerja untuk menampung jutaan tenaga kerja korban pandemi.

Jika sulit membuka lapangan kerja maka akan sulit juga proses pemulihan ekonomi. Pasalnya, industri tekstil merupakan industri padat karya yang justru dapat menjadi alat mencegah melonjaknya pengangguran.

"Mestinya, dijadikan momentum reindustrialisasi dengan menata ulang berbagai kebijakan secara komprehensif dari hulu hingga hilir. Hal ini tentu demi tujuan untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi momentum reindustrialisasi industri tekstil dan pakaian jelas hanya akan berhasil jika diiringi dengan tindakan pengamanan atau proteksi di dalam negeri," ujar Enny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ipak Ayu
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper