Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Jepang kini tengah dalam tekanan menyusul lambatnya perkembangan vaksinasi Covid-19 di negara ini.
Padahal, Negeri Matahari Terbit ini sempat mendapat pujian karena tetap membuka perekonomian meskipun negara-negara maju lainnya penerapkan perbatasan. Sentimen positif ini sempat mengangkat indeks Topix ke level tertinggi dalam tiga dekade terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix turun 2,6 persen dalam sebulan terakhir, dibandingkan dengan kenaikan 7 persen pada Indeks S&P 500 dan indeks FTSE 100 London yang naik 4,6 persen saat perekonomian mulai dibuka kembali.
Situasi di Tokyo pun bertolak belakang. Pemerintah mulai membatasi jam buka di bar dan restoran menyusul lonjakan kasus virus corona dalam beberapa hari terakhir.
Analis pasar senior Matsui Securities Co. Tomoichiro Kubota mengatakan indeks saham Jepang mulai tertinggal karena investor asing melihat tingkat vaksinasi sebagai keputusan investasi.
"Pasar sekarang kehabisan akal dengan tingkat vaksinasi yang lebih lambat di Jepang,” ujar Kubota, seperti dikutip Bloomberg, Senin (19/4/2021).
Baca Juga
Pembicaraan mengenai tambahan pasokan vaksin antara Perdana Menteri Yoshihide Suga dan Chief Executive Officer Pfizer Inc. Albert Bourla gagal mengangkat sentimen di pasar modal, di tengah laporan bahwa pemerintah ibu kota tengan mempertimbangkan keadaan darurat untuk mengatasi lonjakan infeksi.
Suga mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa Pfizer telah setuju untuk mengadakan pembicaraan tentang penyediaan lebih banyak vaksin. Ia juga berharap pemerintah memiliki persediaan yang cukup untuk seluruh negara pada akhir September.
Namun, dia tidak memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai jadwal pengadaan atau berapa banyak dosis yang telah diperoleh pemerintah. Menteri urusan vaksin Covid-19 Jepang Taro Kono mengatakan pada hari Minggu bahwa kesepakatan dengan Pfizer telah dicapai secara efektif.
Di sisi lain, kepala strategi global Nikko Asset Management Co. John Vail mengatakan pelemahan ini dapat menjadi peluang pembelian, karena tidak selamanya Jepang akan tertinggal.
“Orang-orang akan segera divaksinasi. Banyak orang akan lega,”ungkap Vail.
Kantor berita Jiji melaporkan bahwa pengiriman pertama vaksin Moderna Inc., yang akan disetujui untuk digunakan di Jepang paling cepat bulan depan, juga akan tiba minggu ini.
Jepang memulai vaksinasi lansia satu minggu lalu, dengan hanya sekitar 7.000 dari 36 juta orang berusia di atas 65 tahun yang diberikan dalam empat hari pertama. Sementara itu, sebanyak 2 juta dosis juga telah diberikan kepada pekerja medis.
Serangkaian faktor membuat Jepang cenderung lambat memulai vaksinasi, termasuk persyaratan untuk uji coba dalam negeri, kurangnya pengembangan di jepang dan kapasitas produksi. Hal ini elah membuat Jepang bergantung pada impor.
Selain itu, dengan sekitar 500.000 kasus yang dilaporkan hingga saat ini - dibandingkan dengan 31 juta di AS dan 5,2 juta di Prancis, Jepang belum memiliki urgensi sebesar negara lainnya. Bahkan selama keadaan darurat terakhir, bisnis besar dan kecil sebagian besar tetap buka.
"Secara global, Jepang masih unggulan dalam hal seberapa kecil aktivitas ekonomi yang menurun," kata kepala investasi Jepang di Pictet Asset Management Hiroshi Matsumoto.