Bisnis.com, JAKARTA — Supply Chain Indonesia mengapresiasi kebijakan pemerintah memberi subsidi ongkos kirim pada penyelenggaraan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang jatuh pada H-10 dan H-5 Idulfitri sebesar Rp500 miliar dalam rangka memacu konsumsi masyarakat pada kuartal II/2021.
Senior Consultant SCI Zaroni mengatakan bahwa subsidi ongkos kirim (ongkir) tersebut memberi dampak langsung pada peningkatan permintaan order pengiriman barang yang dipesan melalui e-dagang.
Menurutnya, peningkatan permintaan ini terjadi karena secara keseluruhan harga barang termasuk ongkir semakin rendah sehingga terjangkau bagi konsumen.
"Dengan peningkatan permintaan barang ini akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi. Kita tahu bahwa konsumsi merupakan salah satu komponen penting dalam pembentuk GDP [gross domestic product], selain investasi sektor swasta, belanja pemerintah, dan ekspor impor neto," katanya kepada Bisnis, Minggu (11/4/2021).
Kendati demikian, dia mempertanyakan apakah kebijakan ini efektif untuk meningkatkan konsumsi masyarakat yang masih diselimuti pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dia menilai terdapat beberapa hal yang patut menjadi perhatian pemerintah.
Pertama, sasaran subsidi harus jelas, tidak sekadar peningkatan konsumsi masyarakat karena peningkatan order pengiriman barang/produk. Namun, sasaran subsidi tersebut harus memberi dampak pada peningkatan penjualan produk-produk UMKM.
"Karenanya, pemberian subsidi ongkir ini haruslah diprioritaskan pada penjual sektor UMKM yang memproduksi produk-produk dalam negeri," sebutnya.
Dia berharap agar subsidi ongkir ini mampu meningkatkan daya saing produk-produk UMKM dibandingkan dengan produk-produk impor yang diperdagangkan melalui e-dagang.
Selain itu, dia juga menilai untuk memastikan pengawasan dan pengendalian penerima manfaat subsidi, perlu dilakukan secara selektif pada penjual sektor UMKM ini.
"Pemanfaatan sistem aplikasi e-dagang sangat memungkinkan untuk pengendalian subsidi ini, baik untuk transaksi e-dagang melalui B2C [business to consumers] dan C2C [consumer to consumer]," jelasnya.
Kemudian, hal kedua yang harus diperhatikan lanjutnya, adalah metoda dan besaran subsidi. Pemberian subsidi sebaiknya harus jelas metodenya apa dan berapa nilainya. Metode yang bisa digunakan adalah pemberian subsidi per transaksi pengiriman.
Dia mencontohkan besaran subsidinya bisa dalam nilai absolut tertentu, misalnya, Rp3.000 per transaksi pengiriman, atau dalam bentuk persentase dari ongkir yang dibayarkan ke perusahaan kurir, misalnya 20 persen.
"Dari besaran ini, kita dapat mengevaluasi apakah subsidi ongkir yang disiapkan Pemerintah sebesar Rp500 miliar itu mencukupi atau tidak. Bila transaksi order Harbolnas pada tahun 2020 mencapai Rp11,6 triliun, di mana Rp5,6 triliun merupakan penjualan produk-produk buatan lokal, maka subsidi ongkir Rp500 miliar memberikan dampak penurunan 8,9 persen. Angka ini cukup signifikan untuk mendorong daya saing produk-produk lokal sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan konsumen Indonesia terhadap produk-produk lokal tersebut," katanya.