Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendapati dan menegur sejumlah maskapai nasional berulangkali mengabaikan protokol jaga jarak yang berakibat kepada kontak fisik di antara penumpang.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto menuturkan saat ini memang sudah tak ada aturan yang mengatur jumlah maksimal tingkat keterisian penumpang di pesawat. Aturan tersebut disesuaikan dengan rekomendasi internasional dari Federal Aviation Administration (FAA), International Air Transport Association (IATA), serta International Civil Aviation Organization (ICAO).
Kendati demikian, Novie juga masih menjumpai adanya pelanggaran yang dilakukan maskapai utamanya pada saat menaikkan dan menurunkan penumpang. Sejauh ini pengaturan yang dilakukan oleh maskapai masih menyebabkan penumpang berdesak-desakkan dan bersentuhan fisik saat naik atau turun dari pesawat.
"Saat memuat dan menurunkan penumpang sering terjadi pelanggaran. Saat pesawat turun dan masuk terjadi desak-desakkan dan kontak fisik. Kami selalu kerja sama dengan operator bandara dan maskapai bisa menyesuaikan dengan hal-hal ini," ujarnya dalam rapat bersama Komisi V DPR secara daring, Selasa (6/4/2021).
Tal hanya itu, lanjutnya, perpindahan penumpang dari terminal menuju area kedatangan yang menggunakan bus juga rawan terjadinya kontak fisik dan lebih beresiko karena bus tersebut tidak dilengkapi dengan HEPA.
"Misal pakai bus dari terminal kan nggak ada HEPA-nya. Ini berjubel. Kami memberikan teguran dan pengawasan agar maskapai bisa punya standar operasional yang jelas. Jangan sampai menaikkan dan menurunkan penumpang bersamaan," ujarnya.
Baca Juga
Novie pun kembali menegaskan terkait dengan adanya maskapai yang mengisi kapasitas pesawatnya dengan penumpang secara penuh maupun yang masih membatasi kapasitasnya menjadi hak masing-masing operator penerbangan. Namun Kemenhub juga telah mengatur agar mengosongkan dua baris hingga tiga baris kursi pesawat bagian belakang untuk dialokasikan bagi penumpang yang terindikasi Covid-19.
"Jadi kayak Garuda Indonesia menerapkan pengurangan jumlah silakan karena kami tak membatasi. Ini menjadi hak operator membatasi," katanya.