Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus Fiskal saat Pandemi Jadi Biang Keladi Ketimpangan Ekonomi Global

Triliunan dolar stimulus fiskal telah memberi napas baru bagi banyak orang dan industri, tetapi di saat yang sama juga berimplikasi pada pengetatan kondisi keuangan global dan keberlanjutan utang negara berkembang.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pertemuan 2012 di Gedung Putih/ Bloomberg
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pertemuan 2012 di Gedung Putih/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pemulihan pesat ekonomi dunia setelah terpukul pandemi Covid-19 seperti pedang bermata dua. 

Triliunan dolar stimulus fiskal telah memberi napas baru bagi banyak orang dan industri, tetapi di saat yang sama juga berimplikasi pada pengetatan kondisi keuangan global dan keberlanjutan utang negara berkembang.

Pertumbuhan tercepat dalam lebih dari setengah abad terakhir juga terancam tak bisa mencapai puncaknya dalam waktu dekat karena pemulihan yang timpang. Peluncuran vaksin dan perbedaan dukungan fiskal antarnegara menjadi biang keladi ketimpangan itu.

Amerika Serikat (AS) berada di garis terdepan dalam perlombaan stimulus fiskal pandemi dengan Presiden Joe Biden telah mengumumkan rekrutmen tenaga kerja terbesar sejak Agustus tahun lalu. 

Stimulus jumbo senilai US$1,9 triliun ditambah belanja infrastruktur besar-besaran, Biden mendorong optimisme percepatan pemulihan di Paman Sam.

Rivalnya dari Asia, China, juga melakukan bagiannya dengan keberhasilan melawan virus Corona bahkan ketika mulai menarik kembali sebagian dari bantuan ekonominya.

Namun, di luar dua ekonomi raksasa itu, kondisi pascapandemi di banyak negara tampak berbeda. Di antara yang tertinggal adalah sebagian besar pasar negara berkembang dan kawasan euro, di mana Prancis dan Italia telah memperpanjang pembatasan aktivitas untuk menahan virus.

"Sementara prospek membaik secara keseluruhan, prospeknya sangat berbahaya. Vaksin belum tersedia untuk semua orang dan di mana pun. Terlalu banyak orang terus menghadapi kehilangan pekerjaan dan meningkatnya kemiskinan. Terlalu banyak negara yang tertinggal," kata Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva, dilansir Bloomberg, Minggu (4/4/2021).

Hasilnya, diperlukan waktu bertahun-tahun bagi sebagian besar dunia untuk bergabung dengan AS dan China guna pulih sepenuhnya dari pandemi. 

Menurut IMF, Pada 2024, produksi dunia masih akan 3 persen lebih rendah dari yang diproyeksikan sebelum pandemi, dengan negara-negara yang bergantung pada pariwisata dan jasa paling menderita.

Namun, sementara AS akan bisa membalikkan keadaan, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, dan Jepang mengalami kontraksi. Di pasar negara berkembang, Brasil, Rusia, dan India jelas-jelas dikalahkan oleh China.

Sepanjang tahun ini, Bloomberg Economics memperkirakan pertumbuhan 6,9 persen, rekor tercepat sejak 1960-an. Hal itu juga diikuti prospek yang menggembirakan seperti ancaman virus yang menyusut, stimulus AS yang meluas, dan tabungan triliunan dolar yang terpendam.

Banyak hal akan bergantung pada seberapa cepat negara dapat memvaksinasi populasi mereka dengan risiko bahwa semakin lama waktu yang dibutuhkan, semakin besar kemungkinan virus tetap menjadi ancaman internasional terutama jika varian baru berkembang. 

Meskipun, AS telah memberikan dosis yang setara dengan hampir seperempat penduduknya, Uni Eropa belum mencapai 10 persen dan angka di Meksiko, Rusia, dan Brasil kurang dari 6 persen.

"Pelajarannya di sini adalah tidak ada perdagangan antara pertumbuhan dan pengendalian," kata Kepala Ekonom Bank of Singapore Ltd. Mansoor Mohi-uddin.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper