Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terhadap kinerja efektivitas penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan tahun 2018 sampai semester I/2020 di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Bersamaan dengan ini, BPK juga melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas belanja modal tahun anggaran 2019 dan 2020 sampai kuartal III Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tiga provinsi tersebut.
Berdasarkan keterangan pers yang diterima Bisnis, laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas keduanya disampaikan Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri PUPR Mochamad Basuki Hadimoeljono.
Dari hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, BPK mencatat upaya dan capaian yang telah dilakukan Kementerian PUPR.
Pertama, pendanaan APBN tahun 2018 dan 2019 telah dilakukan penyerapan yang masing-masing mencapai 95,08 persen dan 90,51 persen.
Kedua, upaya pemenuhan terget pembangunan rumah susun (rusun) telah melakukan identifikasi sumber pendanaan alternatif berupa kerja sama pemerintah dan badan usaha bidang Perumahan.
Baca Juga
“Ketiga, mengimplementasikan fasilitas pembiayaan bantuan pemilikan rumah yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui skema subsidi pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, subsidi bantuan uang muka, dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan,” tulis keterangan pers, Selasa (30/3/2021).
Meski begitu, ada beberapa permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian PUPR untuk segera diperbaiki.
Pertama, aspek dukungan sumber daya, antara lain kebijakan dan regulasi dari setiap level pemerintahan belum semua mendukung penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan.
Selain itu, juga pengimplementasian sumber pendanaan alternatif selain APBN dalam penyediaan rumah susun belum terlaksana sepenuhnya.
Kedua, aspek kelembagaan dan tata laksana, seperti proses verifikasi permohonan/usulan bantuan pembangunan rumah susun sewa belum dilaksanakan secara cermat dan memastikan ketepatan sasaran sesuai tujuan program.
Terakhir, aspek lingkungan pendukung, antara lain koordinasi dalam upaya penyediaan lahan untuk pembangunan rumah susun dengan pihak terkait belum sepenuhnya dilaksanakan dan perizinan/administrasi dalam penyediaan rumah susun belum memadai.
“Kelemahan-kelemahan pada penyediaan rusun tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat memengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tidak tercapainya target penyediaan rumah layak huni yang telah ditetapkan,” papar BPK.
Sementara itu, ada pula beberapa permasalahan signifikan pada hasil pemeriksaan tujuan tertentu atas pengelolaan sumber daya air oleh Ditjen SDA Kementerian PUPR.
Pertama, perhitungan analisis harga satuan tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp11,88 miliar dan terdapat sisa material yang tidak terpasang sebesar Rp2,48 miliar atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang telah selesai pada tahun 2019 dan 2020.
Lalu, perhitungan analisis harga satuan yang tidak sesuai kondisi riil, kuantitas, dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta realisasi pembayaran termin melebihi prestasi pekerjaan sebesar Rp39,09 miliar ditambah US$584.474,66 atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang masih berlangsung pada tahun 2020 sampai kuartal III.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan atas pengelolaan sumber daya air, kecuali hal-hal yang dijelaskan dalam permasalahan signifikan tersebut, BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan belanja modal tahun anggaran 2019 dan 2020 sampai kuartal III pada Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dan ketentuan perundang-undangan.