Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Ingatkan Sri Mulyani agar Insentif Pajak Tepat Sasaran

Berbagai kemudahan atau fasilitas dalam bentuk insentif perpajakan diharapkan dapat memajukan perekonomian nasional bukan memanjakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan acara virtual saat acara Bisnis Indonesia Award di Jakarta, Senin (14/12/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meyakini insentif perpajakan di tengah pandemi Covid-19 menjadi keharusan. Meski begitu, pemerintah harus memperhatikan banyak aspek dan yang terpenting harus tepat sasaran.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani tentang Kebijakan Insentif dan Belanja Perpajakan di Jakarta, Rabu (10/3/2021), Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati mengatakan bahwa berbagai kemudahan atau fasilitas dalam bentuk belanja perpajakan diharapkan dapat memajukan perekonomian nasional bukan memanjakan.

Selain itu juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing bukan meningkatkan kecemburuan, menjaga iklim investasi yang kondusif bukan investasi asing yang jor-joran, serta menjaga keberlanjutan usaha.

“Dan utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya saat rapat melalui keterangan pers, Kamis (11/3/2021).

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menjelaskan bahwa pada tahun 2019 sebelum pandemi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Melalui Peraturan Menteri Keuangan No.86 Tahun 2019 yang diundangkan per 11 Juni 2019, ditetapkan bahwa PPnBM 20 persen dikenakan untuk hunian yang nilainya di atas Rp30 miliar.

Aturan ini lebih longgar sebab sebelumnya pengenaan PPnBM dipatok pada hunian dengan nilai Rp10 miliar dan Rp 20 miliar sesuai jenisnya.

“Melalui aturan ini, pemerintah membebaskan pajak bagi hunian mewah yang nilainya di bawah Rp30 miliar. Kebijakan relaksasi ini sangat jelas, menunjukkan kepada siapa keberpihakan pemerintah,” jelasnya.

Anis menuturkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat masih sangat bermasalah, terutama dalam hal ketimpangan. Ini masih menjadi salah satu permasalahan di Indonesia. Kenyataan tersebut terlihat dari rasio gini yang meningkat seiring dengan naiknya persentase penduduk miskin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk kaya dan miskin Indonesia yang diukur oleh gini ratio mencapai 0,385 pada September 2020. Angka ini meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2020 yang sebesar 0,381.

“Oleh karena itu, insentif pajak yang diberikan harus benar-benar tepat sasaran dan jangan mencederai kepercayaan rakyat kepada pemerintah,” ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper