Bisnis.com, JAKARTA – Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi Indonesia dinilai dapat mengurangi ketergantungan pembiayaan utang untuk proyek-proyek infrastruktur.
Menurut Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Deni Ridwan, selama ini masyarakat masih menyimpan kekhawatiran terhadap ketergantungan proyek-proyek infrastruktur di Indonesia terhadap pembiayaan berbasis utang. Padahal, opsi-opsi pembiayaan lainnya masih terbuka.
Ia menjelaskan, kehadiran Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund/ Indonesia Investment Authority) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperluas sumber pembiayaan proyek infrastruktur.
Kemunculan Lembaga Pengelola Investasi akan membuka jalur pendanaan jangka panjang yang baru bagi proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Hal ini, lanjut Deni, dapat mengurangi ketergantungan sekaligus menekan jumlah utang negara di masa depan.
“Melalui Lembaga Pengelola Investasi, proyek-proyek infrastruktur bisa mendapat sumber pendanaan jangka panjang alternatif. Bisa melalui ekuitas atau jenis-jenis lainnya, jelas Deni dalam sebuah diskusi daring, Rabu (10/3/2021).
Ia mengatakan, pihaknya juga akan terus berkoordinasi dengan SWF Indonesia guna menarik lebih banyak investasi dari pihak swasta. Hal tersebut dilakukan baik dari sisi regulasi maupun menawarkan portofolio investasi yang dimiliki.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mendorong dua klaster usaha utamanya yakni sektor transportasi darat dan transportasi udara sebagai proyek yang masuk ke dalam pembiayaan melalui Lembaga Pengelola Investasi.
Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN Nawal Nely mengatakan dari 13 sektor yang dimiliki oleh Kementerian BUMN, kedua sektor tersebut yang paling mendesak untuk masuk dalam kebutuhan pembiayaan melalui INA/SWF.
Hal tersebut, kata dia, karena kebutuhan belanja modal atau capital expenditure yang besar untuk berekspansi jaringan baik di luar Jawa dan pulau Jawa.
“Sementara untuk transportasi udara, klaster ini yang paling terpukul oleh Covid-19. Kedua sektor ini harus masuk ke dalam batch pertama,” ujarnya.