Bisnis.com, JAKARTA — Harga keekonomian produk dimetil eter dalam proyek gasifikasi batu bara PT Bukit Asam Tbk.-PT Pertamina (Persero) semakin mendekati titik temu meski belum mencapai kesepakatan.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sujatmiko menjelaskan bahwa dalam kajian terakhir, harga biaya pokok produksi DME (dimetil eter) diperkirakan berada pada rentang US$389—US$420 per ton.
Harga tersebut terbentuk setelah memperhitungkan empat komponen biaya yang terdiri atas biaya pembelian batu bara sekitar US$19—US$21 per ton, DME processing service fee, OSBL, dan biaya risiko.
Dengan besaran biaya pokok produksi tersebut, harga produk DME diperkirakan berada pada rentang US$400—US$420 per ton.
"Dari skema yang ada ini diperkirakan 8 tahun proyek sudah payback period dengan IRR [internal rate of return] sekitar 9,3—10,5 persen," ujar Sujatmiko dalam sebuah webinar, Selasa (9/3/2021).
Proyek yang dikembangkan oleh PTBA, Pertamina, dan Air Product di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, itu nantinya memproduksi 1,4 juta ton DME per tahun. Total investasinya mencapai US$2,1 miliar.
Status terkini proyek tersebut tengah dalam tahap finalisasi cooperation agreement dan processing agreement. Cooperation agreement mencakup perjanjian yang secara prinsip akan ditetapkan dan berlaku ke semua pihak, sedangkan processing agreement mencakup perjanjian terkait DME processing antara Pertamina dan Air Product sebagai prosesor dan PTBA sebagai pemasok batu bara.
Selain itu, juga tengah dilakukan finalisasi kajian dan skema subsidi DME untuk substitusi LPG. Proyek ini ditargetkan dapat beroperasi komersial pada 2024.
Direktur Pemasaran Pusat & Niaga PT Pertamina Patra Niaga Hasto Wibowo mengatakan bahwa harga DME tidak boleh lebih mahal daripada harga LPG. Bila lebih mahal, subsidi yang harus diberikan oleh pemerintah akan lebih besar.
Kondisi ini akan bertentangan dengan tujuan utama pengembangan gasifikasi batu bara, yakni mengurangi impor LPG dan menghemat cadangan devisa negara.
"Ekspektasi kami range-nya kalau link to harga LPG US$340—US$430 [per ton DME]. Itu range win-win untuk semua. Itu perkiraan saya akan double," katanya.
Kisaran harga tersebut telah mempertimbangkan historikal harga LPG dan proyeksi harga LPG ke depan. Hasto menuturkan dalam 5 tahun terakhir ini historikal harga LPG rata-rata sekitar US$470 per ton dan diproyeksikan akan berfluktuasi di kisaran harga tersebut dalam 10 tahun ke depan.
Dia menuturkan bahwa pembahasan mengenai harga keekonomian DME ini masih berjalan dan diharapkan segera mencapai kesepakatan.
"Ini masih on going. Diharapkan nanti mengerucut ke angka yang fair dan bisa jalan dengan memperhatikan kepentingan negara, masyarakat, PTBA, Pertamina, dan investor."