Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Impor Beras 1 Juta Ton, Pemerintah Diminta Tinjau Ulang

Laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat menunjukkan produksi beras global pada 2020/2021 bakal lebih tinggi didukung oleh naiknya produksi di Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka.
Petani memanen padi di sawah garapannya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Abdurachman
Petani memanen padi di sawah garapannya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta meninjau ulang rencana importasi beras setelah panen raya berakhir. Volume dan waktu impor sebaiknya ditentukan pada Juli atau Agustus ketika potensi produksi sepanjang 2021 dapat diketahui. 

“Jika ingin mengimpor sebaiknya tunggu Juli atau Agustus ketika sudah ada kepastian berapa potensi produksi 2021. jika memang kurang silakan impor, kalau tidak kurang tidak perlu impor karena produksi tahun ini diperkirakan memang bagus,” kata Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa ketika dihubungi, Minggu (7/3/2021).

Dwi mengemukakan wacana impor jelang masa panen raya ini menjadi pukulan tersendiri bagi petani di tengah harga gabah kering panen (GKP) yang terus turun sejak September 2021.

Menurutnya, alasan importasi untuk menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP) tidak bisa diterima karena Perum Bulog sebagai pengemban tugas seharusnya menyerap beras petani lebih banyak tahun ini. 

Hasil proyeksi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan produksi padi nasional untuk periode Januari–April 2021 bakal lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya akibat naiknya potensi luas panen.

Hasil survei kerangka sampel area (KSA) yang dilakukan BPS menunjukkan luas panen padi pada musim Januari–April 2021 mencapai 4,86 juta ha atau naik sekitar 1,02 juta ha (26,53 persen) dibandingkan dengan sub round Januari–April 2020 yang sebesar 3,84 juta ha.

Dengan potensi luas panen yang besar, produksi gabah kering giling (GKG) pada Januari–April mencapai 25,37 juta ton atau naik 26,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jika dikonversi  menjadi beras, potensi produksi pada periode Januari–April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton beras atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada sub round yang sama tahun lalu sebesar 11,46 juta ton.

“Potensi kenaikan masa panen raya kali ini cukup tinggi menurut perkiraan BPS. Jika pemerintah mau mengimpor 1 juta ton mau disalurkan ke mana? Usia beras ini kan hanya 6 bulan,” kata Dwi.

Dwi mengatakan impor yang berlebihan bisa merusak harga beras di pasaran karena Bulog tidak bisa menyimpan beras dalam jumlah besar terlalu lama. Di sisi lain, potensi produksi beras yang naik seharusnya diiringi dengan peningkatan serapan beras lokal oleh perusahaan pelat merah tersebut, bukan penugasan impor.

“Wacana impor beras jelang panen raya ini sangat menyakitkan bagi petani. Hal tersebut bisa makin menjatuhkan harga di tingkat usaha tani. Kami minta dibatalkan, kalau tetap impor harap ditinjau lagi volume dan waktunya,” lanjut dia.

Laporan Departemen Pertanian Amerika Serikat juga menunjukkan produksi beras global pada 2020/2021 bakal lebih tinggi didukung oleh naiknya produksi di Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka.

Proyeksi per Februari memperlihatkan bahwa produksi beras Indonesia periode Agustus 2020-Juli 2021 bisa mencapai 35,5 juta ton atau naik dari proyeksi Januari 2021 yang berada di angka 34,9 juta ton. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam paparannya di Rapat Kerja Kementerian Perdagangan sebelumnya mengemukakan importasi dilakukan untuk menjamin stok Bulog di angka 1 sampai 1,5 juta ton.

Pada saat yang sama, perusahaan pelat merah tersebut juga akan menyalurkan 400.000 ton beras bantuan sosial dalam rangka pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Importasi pun dilakukan sebagai antisipasi terhadap produksi yang berpotensi terganggu akibat kondisi cuaca.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak memberi kepastian soal volume impor dan waktu kedatangan beras tersebut. Tetapi, dia menyatakan impor dilakukan untuk mengamankan iron stock yang keadaannya tidak terikat dengan kondisi panen.

“Impor yang dilakukan ini adalah untuk iron stock. Barang yang memang disiapkan Bulog sebagai cadangan besi di mana dia harus memastikan bahwa barang itu harus selalu ada dan tidak bisa dipengaruhi panen. Ini sudah kami sepakati sudah kami perintahkan. Waktu, tempat, dan harga itu di tangan saya,” kata Lutfi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper