Bisnis.com, JAKARTA - Kembali terjadinya kasus korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dianggap sebuah ironi.
Anggota Komisi Keuangan DPR Anis Byarwati mengatakan seharusnya antara otoritas pajak dan wajib pajak sama-sama memiliki kesadaran.
Kesadaran yang dimaksud adalah pajak itu sudah memenuhi 4 prinsip. Pertama keadilan (equity) ,yang intinya memperhatikan pengenaan pungutan secara umum serta sesuai dengan kemampuan wajib pajak (WP).
Kedua, prinsip kepastian (certainty). Pemungutan pajak harus dilakukan dengan tegas, jelas, dan terdapat kepastian dan jaminan hukum. Ini memberikan kemudahan bagi WP mengenai objek pengenaan pajak, besaran pajak, atau dasar pengenaan pajak.
Lalu prinsip kelayakan (Convience). Pajak yang dipungut hendaknya tidak memberatkan WP serta hendaknya sejalan dengan sistem self assessment.
Terakhir ekonomi. Artinya, pada saat menetapkan dan memungut pajak harus mempertimbangkan biaya pemungutan pajak dan harus proporsional.
Baca Juga
Mencuatnya kasus ini, tambah Anis, menjadi berita buruk dan rapor merah sekaligus pekerjaan besar bagi Pemerintah.
“Kasus pajak ini terjadi di tengah pandemi, melimpahnya insentif, dan risiko shortfall yang masih di depan mata,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Sabtu (6/3/2021).
Kondisi Covid-19 yang masih terjadi di tahun 2021, kembali membuka risiko shortfall penerimaan perpajakan. Masa transisi akibat pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan oleh semua sektor.
Sementara itu kebijakan insentif perpajakan juga masih menjadi salah satu aspek penyumbang potensi shortfall di tahun ini.
Walaupun di sisi lain, insentif yang diberikan pemerintah sebagai kelanjutan dari program insentif WP terdampak pandemi Covid-19 pasti menjadi hal yang sangat ditunggu dan menggembirakan bagi WP.
Oleh karena itu, Anis menilai, pemerintah perlu mengkaji lebih dalam terkait pemberian insentif di masa pandemi. Pemerintah harus serius membuat skala prioritas dan meminimalkan risiko kerugian karena saat insentif pajak diberikan, artinya ada potensi penerimaan negara yang hilang.
Pemerintah juga harus menjunjung tinggi keadilan, mengingat semua WP di semua sektor pasti terdampak pandemi tetapi tidak semuanya bisa mendapatkan insentif. Negara juga harus melakukan evaluasi kebijakan insentif perpajakan yang telah dilaksanakan.
“Jangan sampai kebijakan insentif pajak menjadi inefisiensi dan inefektivitas dengan narasi yang bagus tetapi tidak tepat sasaran,” jelasnya.
Kasus Suap Pajak
Dua pejabat pajak diduga kuat terlibat dalam perkara suap pengurusan pajak. Kabarnya dua pejabat tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak awal Februari lalu.
"Iya confirm ini," demikian informasi yang diperoleh Bisnis dari internal pemerintah, Kamis (4/3/2021).
Adapun dua pejabat yang dimaksud adalah Angin Prayitno Aji (APA) dan Dadan Ramdani (DR). Angin dan Dadan adalah pejabat di Ditjen Pajak.
Sebelum tersangkut perkara rasuah, keduanya memiliki jabatan yang cukup moncer.
Angin diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwjl) Ditjen Pajak Jawa Barat II, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak, serta jabatan terakhirnya adalah Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian di Ditjen Pajak.
Sementara Dadan Ramdani, pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Utara. Dadan bahkan menjadi bawahan langsung Angin Prayitno Aji di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak.