Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) mendorong pemerintah daerah menjadi katalis aktif bagi proyek infrastruktur karena pemda dinilai mendapatkan keuntungan paling banyak dari tersedianya infrastruktur.
Sekretaris Jenderal ATI Krist Ade Sudiyono mengatakan bahwa mayoritas proyek infrastruktur, khususnya jalan tol, menggunakan skema pendanaan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Oleh karena itu, harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah dan badan usaha selama proses pembangunan maupun setelah beroperasi.
"Bentuk kerja sama yang baik, misalnya, saat periode persiapan proyek dimulai dari komunikasi publik, pengadaan tanah, perizinan, amdal, dan lainnya. Pada masa konstruksi di antaranya penyediaan material galian, manajemen lalu lintas dan sebagainya," katanya melalui keterangan resmi, Jumat (5/3/2021).
Selain itu, Krist berpendapat kepastian usaha dan tingkat pengembalian juga harus didukung oleh pemerintah. Hal tersebut dinilai penting khususnya dalam mengomunikasikan ke publik saat dilakukan penyesuaian tarif jalan tol.
Krist menilai kepastian kenaikan tarif tersebut memiliki peranan penting untuk mengembalikan investasi badan usaha. Investasi proyek jalan tol memerlukan modal yang besar dan tenor investasi yang panjang.
"Adanya kepastian usaha dan tingkat pengembalian jangka panjang merupakan kunci utama. Salah satu contoh adalah tol Jogja—Bawen yang membutuhkan total investasi sebesar Rp14,26 triliun dengan pengembalian selama masa konsesi 40 tahun, maka tarif awal untuk golongan I yang dikenakan sebesar Rp1.875 per kilometer," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan perhitungan tarif merupakan hal yang telah disepakati badan pemerintah dan badan usaha saat penandatanganan perjanjian pengusahaan jalan tol. Adapun, lanjutnya, perhitungan tarif selalu mempertimbangkan kemampuan masyarakat.
"Perhitungan tarif selalu mempertimbangkan ability to pay dan willingness to pay, serta pengembalian investasi badan usaha," ucapnya.