Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus US$1,9 Triliun Usulan Joe Biden Segera Divoting DPR

Kantor Anggaran Kongres mengatakan bahwa stimulus Biden sedikit melebihi batas US$1,889 triliun yang telah ditetapkan DPR dan Senat sebelumnya. Itu berarti anggota parlemen harus memotong US$31 miliar untuk menggunakan proses rekonsiliasi jalur cepat.
Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden berbicara tentang ekonomi dan laporan kerja Amerika Serikat terakhir tahun 2020 di kantor pusat transisi di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Jumat (4/12/2020)./Antara-Reuters
Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden berbicara tentang ekonomi dan laporan kerja Amerika Serikat terakhir tahun 2020 di kantor pusat transisi di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Jumat (4/12/2020)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Komite Anggaran DPR Amerika Serikat telah mengajukan undang-undang bantuan pandemi senilai US$ 1,9 triliun yang diusulkan Presiden Joe Biden. Pengesahan oleh majelis rendah DPR ditetapkan pada akhir pekan ini.

Panel menggabungkan undang-undang yang ditulis di berbagai komite DPR dalam beberapa pekan terakhir, yakni menarik cek stimulus US$1.400, meningkatkan tunjangan pengangguran, kenaikan upah minimum, pendanaan vaksin, dan elemen lainnya. Pemungutan suara yang akan meloloskan undang-undang itu yakni 19-16, dengan tidak ada suara dari Partai Republik.

Paket tersebut kini menuju ke House Rules Committee, perhentian terakhir sebelum pemungutan suara potensial pada Jumat (26/2/2021) atau selama akhir pekan. Namun, pekerjaan rumah mungkin masih belum selesai jika Senat mengubah paket stimulus itu.

“Kami memiliki ruang fiskal yang cukup untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mengakhiri pandemi, mengurangi kerusakan ekonomi dan membangun ekonomi yang lebih kuat dan lebih inklusif setelahnya,” kata Ketua Anggaran John Yarmuth, dilansir Bloomberg, Selasa (23/2/2021).

Ketua Komite Keuangan Senat Ron Wyden, seorang Demokrat dari Oregon, mengatakan dia ingin majelisnya bergerak cepat dalam rencana pengeluaran pandemi. Meski demikian, pada saat yang sama dia berharap ada perubahan dilakukan pada versi DPR, di antaranya adalah perpanjangan enam bulan dari tunjangan pengangguran, dari sebelumnya lima bulan.

“Bagi saya, intinya adalah menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin,” katanya, seraya mencatat bahwa beberapa tunjangan pengangguran saat ini berakhir pada 14 Maret 2021.

Komite senat tidak mengadakan dengar pendapat atau pemungutan suara tentang RUU tersebut, sehingga setiap perubahan akan dinegosiasikan secara tertutup dan dilakukan melalui amandemen.

Tindakan Komite Anggaran adalah langkah yang sebagian besar asal-asalan sebagai bagian dari proses rekonsiliasi anggaran, alat legislatif yang digunakan Demokrat, yang hanya membutuhkan mayoritas sederhana (50-51) di Senat.

Hal itu memungkinkan RUU untuk dilanjutkan tanpa dukungan Partai Republik di Senat dengan Wakil Presiden Kamala Harris memegang pemungutan suara.

Partai Republik dapat menggunakan pertemuan itu untuk menyuarakan keberatan terhadap undang-undang tersebut, yang menurut mereka digunakan oleh Demokrat sebagai cara mencapai tujuan kebijakan jangka panjang dan tidak ditargetkan untuk mengatasi krisis terkait Covid-19.

“Demokrat menggunakan proses rekonsiliasi untuk bergerak cepat karena mereka tidak tertarik memberikan waktu kepada orang Amerika untuk merenungkan kebijakan yang mereka usulkan, kebijakan yang akan menaikkan biaya hidup, menghancurkan pekerjaan, dan menalangi negara bagian yang mengunci warga negara mereka, ”kata Perwakilan Jason Smith dari Missouri, tokoh Republik di Komite Anggaran DPR.

Meskipun panel Anggaran tidak diberi wewenang untuk melakukan perubahan pada paket tersebut, RUU itu kemungkinan akan mengalami beberapa kali revisi sebelum menjadi undang-undang.

Kantor Anggaran Kongres mengatakan bahwa stimulus Biden sedikit melebihi batas US$1,889 triliun yang telah ditetapkan DPR dan Senat sebelumnya. Itu berarti anggota parlemen harus memotong US$31 miliar untuk menggunakan proses rekonsiliasi jalur cepat. Pengurangan tersebut dapat dimasukkan sebagai amandemen di DPR atau Senat.

RUU tersebut juga akan ditinjau untuk memastikannya sesuai dengan aturan rekonsiliasi Senat. Di antara persyaratannya adalah bahwa semua elemen harus memiliki pengaruh yang terukur terhadap anggaran. Ketentuan paling menonjol yang mungkin tidak memenuhi syarat adalah kenaikan upah minimum menjadi US$15 per jam, yang Biden sendiri akui dapat diubah ketika RUU tersebut diproses melalui Kongres.

Anggota parlemen Senat dapat memutuskan di tengah minggu ini apakah ketentuan gaji sesuai dengan aturan.

Ketua Anggaran Senat Bernie Sanders berpendapat bahwa langkah tersebut memenuhi syarat sebagai inisiatif fiskal, karena Komite Anggaran Kongres nonpartisan memperkirakan akan meningkatkan defisit anggaran sebesar US$54 miliar selama 10 tahun.

Para penentang mengatakan bahwa dampak anggaran hanya insidental relatif terhadap pasar tenaga kerja secara keseluruhan. Ketentuan upah juga dapat melanggar aturan Senat yang melarang penambahan defisit setelah 10 tahun, dan akan membutuhkan penghematan atau pendapatan yang seimbang untuk memenuhi syarat.

Adapun, DPR harus memberikan suara lagi pada RUU jika diubah di Senat. Sedangkan Partai Demokrat di Kongres bermaksud agar undang-undang tersebut siap untuk ditandatangani Biden sebelum batas waktu 14 Maret, ketika tunjangan pengangguran yang disahkan pada bulan Desember mulai berakhir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Ropesta Sitorus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper