Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan penurunan kinerja perdagangan pada Januari merupakan hal yang umum dan dialami oleh banyak negara.
Hal ini terjadi lantaran mitra dagang utama RI cenderung mengurangi aktivitas perekonomian pada awal tahun. Meski demikian, kinerja dagang RI ke depan dipandang bisa lebih baik dengan kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja.
“Misal di China setiap jelang Imlek memang ada kecenderungan slow down. Dan ini lumrah di aktivitas perdagangan, yang mengalami bukan Indonesia saja,” kata Didi kepada Bisnis, Senin (15/2/2021).
Ekspor dan impor RI pada Januari 2021 masing-masing terkoreksi 7,48 persen dan 7,59 persen pada awal tahun. Penurunan ekspor terdalam terjadi untuk destinasi India, China, dan Amerika Serikat. Sementara penurunan impor terdalam berasal dari produk asal China, Brasil, dan Prancis.
Didi mengatakan kinerja perdagangan RI berpeluang membaik ke depannya. Hal ini didukung oleh kehadiran aturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang akan memperbaiki iklim usaha termasuk di sektor perdagangan.
“Dengan RPP nanti kita akan buat semacam reputable business. Kita tingkatkan ease of doing business dengan mengacu pada risk based approach untuk bisnis dengan reputasi baik,” jelasnya.
Baca Juga
Sebagai contoh, eksportir dengan kontribusi yang besar dengan kepatuhan terhadap kewajiban terhadap negara yang baik akan diberi kemudahan dalam aktivitas ekspor. Demikian pula bagi importir yang patuh melaporkan realisasi impor bulanan dan memenuhi kewajiban perpajakan.
“Perizinan akan dipermudah dengan dasar penilaian ini, terutama untuk pemasukan bahan baku,” ujarnya.
Didi menjelaskan peluang perbaikan perdagangan RI datang dari berbagai produk industri manufaktur dan pengolahan seperti besi dan baja serta otomotif.
Dia mengatakan daya saing produk ini terhitung tinggi karena kerap menghadapi hambatan ekspor di negara destinasi seperti pengenaan safeguard maupun tuduhan antidumping.
Sementara untuk produk berbasis komoditas yang memberi sumbangan besar bagi surplus, Didi mengatakan ekspor produk-produk ini tidak selamanya bergantung pada pergerakan harga. Penghiliran komoditas dia sebut cenderung membuat harga produk terjaga.
“Jadi ketika ada nilai ekspor yang naik, selama penghiliran dilakukan, bukan berarti ekspornya murni tergantung harga. Namun juga karena kuantitasnya,” kata Didi.