Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa kasus yang terjadi di pembangkit listrik tenaga panas bumi Sorik Marapi di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara terjadi karena lalai dalam aspek-aspek yang mendasar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan bahwa kejadian kebocoran gas tersebut terjadi karena adanya kelalaian dari manajemen PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).
Menurutnya, masyarakat tidak disosialisasikan terkait dengan jadwal pengetesan sumur. Selain itu, PT SMGP tidak memiliki alat komunikasi dan alat pendeteksi yang memadai.
Dadan mengungkapkan petugas keamanan yang seharusnya memastikan untuk memantau masyarakat yang berada di daerah rawan yang berjarak 300 meter dari sumur tidak dibekali alat komunikasi. Oleh sebab itu, mayoritas korban meninggal dunia berada di radius 300 meter dari sumur.
"Seperti ini penyebabnya itu quote on quote urusan mendasar yang menurut saya seharusnya ini tidak perlu terjadi," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (10/2/2021).
Direktur Panas Bumi Harris Yahya mengatakan bahwa pada tahun lalu, pihaknya telah melakukan pengawasan sebanyak 12 kali ke PLTP Sorik Marapi mengingat pengoperasiannya yang baru dimulai sejak 2019.
Baca Juga
Harris mengungkapkan bahwa fasilitas keselamatan yang ada di PLTP Sorik Marapi belum secara maksimal diterapkan. Menurutnya, SMGP belum secara maksimal menerapkan fasilitas-fasilitas keselamatan.
Saat ini, Kementerian ESDM telah memberikan sanksi pada tingkatan penghentian sementara untuk PLTP Sorik Marapi. Penghentian itu termasuk aktivitas pembangkit yang sudah beroperasi dengan daya 45 MW, pengeboran di sumur lain.
"Ketika terjadi kejadian semua itu disetop dan kita akan melihat sejauh mana keseriusan perusahaan menyelesaikan kewajibannya termasuk kelalaian kemarin akan kita pastikan akan diperbaiki," ungkapnya.
Direktur Utama Geo Dipa Energi Riki F. Ibrahim mengatakan bahwa dalam kegiatan pengetesan sumur, aturan atau standard operating procedure yang berlaku sudah berlaku di seluruh wilayah kerja panas bumi.
Menurut dia, pihaknya mengelola WKP Dieng yang terletak berdampingan dengan wilayah wisata. Untuk itu, aspek keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas. "Kita akui tantangan itu dengan pedoman itu dapat berjalan baik.”
Sementara itu, Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energi Eko Agung mengatakan bahwa prosedur yang dilakukan terkait dengan pengetesan sumur pada prinsipnya sudah baku.
"Alarm detector harus ada dan dibawa itu menjadi suatu indikasi, agar tidak memberikan paparan gas yang lebih tinggi, selain itu untuk menentukan langkah untuk sumur itu," jelasnya.