Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerjunkan tim inspektur panas bumi untuk melakukan investigasi dugaan keracunan gas yang menimpa masyarakat di Desa Sibanggor Julu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara.
Sampai saat ini, Kementerian ESDM belum memastikan sumber atau jenis gas yang menjadi penyebab keracunan sebagian masyarakat setempat di sekitaran kegiatan operasi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).
"Sumber gas yang tercium oleh masyarakat belum dapat diketahui jenis dan sumbernya dari lokasi sumur atau dari tempat lain. Untuk itu, Kementerian ESDM segera menerjunkan Tim Inspektur Panas Bumi," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi lewat keterangan resmi, Jumat (23/2/2024).
Kementerian ESDM telah memerintahkan SMGP yang beroperasi di daerah tersebut untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan di Wellpad V terhitung mulai hari ini.
Kejadian dugaan keracunan gas yang menimpa ratusan masyarakat di desa Sibanggor Julu Kabupaten Mandailing Natal diduga berkaitan dengan kegiatan aktivasi sumur SMP V-01 milik SMGP.
Sumur SMP V-01 merupakan sumur pertama di Wellpad V, wellpad yang baru di kembangkan oleh PT SMGP. Jarak antara Wellpad V dengan pemukiman terdekat di Desa Sibanggor Julu sekitar 700 meter.
Baca Juga
Dari laporan yang diterima, kegiatan aktivasi sumur pada Kamis (22/2/2024) kemarin telah dilakukan sesuai dengan standard operating procedure (SOP) dan melibatkan perangkat keamanan desa untuk melakukan penjagaan di lokasi yang dianggap kritis. Sebelumnya, juga telah dilakukan sosialisasi dengan masyarakat.
Sebelumnya, insiden dugaan paparan gas Hydrogen Sulfide (H2S) juga pernah terjadi di sekitar lokasi pengembangan PLTP Sorik Marapi. Berdasarkan catatan Bisnis, insiden pertama terjadi pada 25 Januari 2021 ketika PT SMGP melakukan kegiatan buka sumur SMP-T02 pada proyek PLTP Sorik Marapi Unit II.
Kejadian itu telah menyebabkan lima orang warga sekitar meninggal dunia dan 54 orang dirawat di rumah sakit. Kala itu, Kementerian ESDM menyimpulkan kecelakaan panas bumi di proyek PLTP Sorik Marapi disebabkan adanya malaoperasional oleh PT SMGP.
Kemudian, pada 6 Maret 2022, sebanyak 58 warga sekitar wilayah operasi SMGP mengeluhkan gangguan kesehatan saat operasi uji sumur AAE-05. Namun, hasil investigasi tim Ditjen EBTKE Kementerian ESDM membuktikan tidak ada korelasi antara keluhan warga dan operasi uji sumur.
Lalu, pada 24 April 2022, terjadi semburan liar (blow out) yang diikuti dengan keluarnya gas H2S ketika berlangsung pengeboran sumur panas bumi T-12 di proyek PLTP Sorik Marapi. Dilaporkan sebanyak 19 orang warga masyarakat dan 2 orang kru pengeboran terpapar gas H2S yang keluar dari semburan liar. Namun, tidak ada korban jiwa.
Dugaan paparan gas H2S kembali muncul ketika kegiatan uji alir sumur T-11 pada 27 September 2022 dalam rangka persiapan commercial operation date (COD) PLTP Sorik Marapi Unit 3. Dilaporkan sebanyak 79 orang warga dirawat di rumah sakit karena keluhan kesehatan, seperti mengalami gejala sesak nafas dan muntah.
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI mendesak Kementerian ESDM untuk mencabut izin jasa pengeboran PT Halliburton Drilling Systems Indonesia menyusul insiden berulang semburan liar atau blow out gas H2S dari proyek yang dioperasikan PT SMGP selama beberapa tahun terakhir. Wakil Ketua
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menilai sejumlah insiden yang terjadi di beberapa wilayah kerja panas bumi (WKP) dalam negeri disebabkan karena kerja sama yang dijalin operator bersama dengan penyedia jasa yang cenderung menekan ongkos pengeboran. Konsekuensinya, sejumlah aspek berkaitan dengan kualitas perlengkapan dan keamanan dihiraukan.
“Tim komersial mencari kontraktor yang serba murah saja aspek kualitas tidak diperhatikan dan beberapa peralatan operasi yang dibutuhkan itu malah ditanggalkan karena kejar harga murah,” kata Maman saat Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (22/8/2022).
Maman mencontohkan, kontraktor yang diserahkan tanggungjawab pengeboran PT Halliburton Drilling Systems Indonesia, tidak menggunakan diverter sesuai dengan kaidah pengeboran yang benar. Konsekuensinya, kegiatan pengeboran di sejumlah WKP yang dikerjakan Halliburton tidak optimal.