Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyimpulkan kecelakaan panas bumi di proyek PLTP Sorik Marapi disebabkan oleh adanya malaoperasional oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi lapangan, penyebab kecelakaan diduga paparan gas hidrogen sulfida (H2S) terhadap warga sekitar itu disebabkan adanya perencanaan kegiatan yang tidak matang oleh pengembang.
Jadwal kegiatan buka sumur SMP-T02 pada proyek PLTP Sorik Marapi Unit II (45 MW) mengalami perubahan yang awalnya akan dilaksanakan pada 24 Januari 2021 ditunda menjadi 25 Januari 2021.
"Tidak matang karena secara waktu berubah-ubah tanggalnya. Ada kesan bahwa ini dikejar waktu," ujar Dadan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII, Rabu (3/2/2021).
Selain itu ditemukan adanya pelanggaran prosedur, peralatan, dan instalasi penunjang yang belum siap atau lengkap, lemahnya koordinasi antartim pelaksana kegiatan, pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat yang tidak memadai, serta kompetensi personel pelaksanaan kegiatan yang tidak memadai.
Persiapan keselamatan, kata dirjen, tidak diikuti oleh seluruh pihak yang terlibat, misalnya, sekuritinya yang hadir hanya kepala sekuriti.
Baca Juga
“Jadi, yang lain tidak dengar harus ngapain. Peralatan dan instalasi penunjang yang belum siap. Misal, alat komunikasi tidak dipakai semua. Kalau ada bisa segera dikomunikasikan, detektor [gas H2S] berbunyi, misalkan, ini kan tidak dibawa detektornya. Ini akibat lemahnya koordinasi antartim pelaksana kegiatan," kata Dadan.
"Kompetensi personel tidak memadai. Kepala sekuriti tidak paham H2S beracun, tidak dijelaskan ke masyarakat," katanya.
Dadan menuturkan bahwa berdasarkan SNI 8868:2020 'Pelaporan Kejadian Berbahaya dan Kecelakaan Panas Bumi', maka kejadian tersebut dikategorikan sebagai kejadian berbahaya kategori berat dan kecelakaan panas bumi kategori cedera.
Oleh karena itu, PT SMGP sebagai pemegang izin panas bumi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kejadian yang telah terjadi.
Chief Technology Officer PT SMGP Riza Glorius Pasikki mengaku pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar sejak 3 hari sebelum kegiatan pembukaan sumur dilakukan, yakni sejak 22—24 Januari 2021.
"Rencana awal dibuka 24 Januari sudah sosialisasi dilakukan lewat pamflet dan ke desa. Tidak hanya ke kepala desa, tapi juga masyarakat. Namun, tanggal 24 Januari di-cancel jadi tanggal 25 Januari dan sosialisasi dilakukan, tapi tidak semasif tanggal 22 dan 23. Pemberitahuan hanya ke kepala desa," jelasnya.
Adapun, penundaan jadwal kegiatan disebabkan adanya permintaan dari warga sekitar.
Selain itu, dia juga mengakui bahwa tim keamanan perusahaan yang bertugas untuk mensterilkan area sekitar lokasi sumur SMP-T02 tidak memahami potensi bahaya kegiatan pembukaan sumur.
"Dari investigasi, tim sekuriti kami yang melakukan penyisiran ada tujuh orang, tapi yang ikut pre-job safety meeting hanya satu orang. Lainnya keliling dan memang ketemu masyarakat yang tengah kerja di sawah dan ladang. Pengakuan sekuriti kami ketemu warga mereka bilang buka sumur yang disampaikan hanya bahaya kebisingan dan bukan bahaya gas H2S," katanya.
Pada 25 Januari 2021 pukul 12.00 WIB, PT SMGP melakukan pembukaan sumur SMP-T02 untuk commissioning PLTP Sorik Marapi Unit II. Namun, tak lama, dilaporkan ada masyarakat yang pingsan pada jarak 96-125 meter dari lokasi.
Menurut Riza, kejadian yang diduga sebagai paparan gas H2S ini mengakibatkan lima orang warga meninggal dunia dan 54 orang dirawat di rumah sakit.
Ditjen EBTKE telah menerbitkan surat penghentian sementara seluruh kegiatan atau aktivitas PT SMGP di lapangan, termasuk penghentian operasi PLTP Unit I (45 MW), kegiatan pengeboran dengan dua unit rig, dan seluruh aktivitas pengembangan PLTP Unit II.