Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto memperkirakan pendapatan usaha restoran bisa naik sampai 20 persen dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro.
Sebagaimana tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3/2021 tentang PPKM Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Covid-19, pemerintah memperkenankan layanan makan di tempat untuk bisnis restoran dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan PPKM sebelumnya yang hanya mengizinkan layanan dine-in dengan kapasitas maksimal 25 persen.
Selain menambah okupansi maksimal untuk layanan dine-in, pemerintah juga memperpanjang jam operasional dari yang awalnya hanya sampai pukul 20.00 menjadi 21.00 WIB maupun WITA. Kebijakan ini berlaku pula untuk pusat perbelanjaan.
Eddy mengatakan kapasitas maksimal menjadi 50 persen telah cukup membantu keberlanjutan operasional, meski idealnya bisnis restoran memerlukan keterisian sampai 75 persen untuk bertahan lebih panjang. Terlepas dari hal itu, jam operasional yang bertambah menjadi sampai pukul 21.00 disebutnya akan sangat menolong.
“Operasional sampai pukul 21.00 akan sangat menolong karena masyarakat bisa dinner. Untuk bisnis restoran yang sudah kuat, pendapatan bisa naik 20 persen,” kata Eddy saat dihubungi, Senin (8/2/2021).
Baca Juga
Eddy mengatakan aktivitas makan malam konsumen merupakan kontributor pendapatan terbesar pada bisnis restoran, setelah makan siang. Di sejumlah lini restoran, sumbangannya bisa lebih dari 50 persen.
“Dalam kondisi normal dinner sumbangannya memang lebih besar dibandingkan makan siang karena makan siang waktunya terbatas. Saat makan malam konsumen pun bisa memesan lebih banyak menu,” ujarnya.
Meski pemberlakuan PPKM diharapkan memberi waktu bernapas lebih panjang bagi bisnis restoran, Eddy mengatakan pelaku usaha tetap mengantisipasi potensi lonjakan kasus yang mungkin akan kembali membatasi operasional usaha.
Dalam hal ini, pengelola restoran tetap mengandalkan layanan antar dan take out sebagai bentuk adaptasi jangka panjang.
“Laporan dari anggota menyebutkan penjualan secara daring terus naik. Tetapi tidak bisa dipungkiri saingan terus bertambah,” kata dia.
Pada saat yang sama, data yang dirilis Momentum Works, perusahaan konsultan yang berbasis di Singapura, memperlihatkan bahwa pasar layanan antar makanan di Indonesia mencapai US$3,7 miliar pada 2020 dan terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Pertumbuhan konsumsi dari layanan makanan di Indonesia pun tumbuh 7,4 kali lipat dalam 20 tahun terakhir dengan nilai mencapai US$61 miliar pada 2019.
Sementara itu, Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta melaporkan setidaknya telah ada 1.033 unit restoran yang tutup permanen per Oktober 2020 akibat pandemi dan kebijakan pembatasan aktivitas di wilayah DKI Jakarta. Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah 125 sampai 150 unit per bulan.