Bisnis.com, JAKARTA – Meski World Health Organization (WHO) belum mengeluarkan standar proporsi untuk tingkat herd immunity wabah Covid-19, Indonesia memiliki perhitugan sendiri mengenai tingkat herd immunity.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan herd immunity yang harus dicapai di Indonesia didasarkan kepada perhitungan variabel angka reproduksi Covid-19 dan jumlah populasi.
“Angka 70 persen diperoleh dari rumus [1-Re/Ro] x jumlah populasi. Berdasarkan perhitungan tersebut, herd immunity minimum yang harus dicapai adalah [1-1/3] x 260 juta = 2/3 × 260 juta = 173 juta atau sekitar 70 persen,” ujar Amin kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).
Perlu diketahui, angka reproduksi terbagi menjadi dua, yakni reproduksi yang diharapkan (Re) dan angka reproduksi saat ini (Ro).
Adapun, angka reproduksi yang diharapkan (Re) di Indonesia adalah 1 atau kurang dari 1. Sebaliknya, angka reproduksi saat ini (Ro) nilai yang diasumsikan adalah 3.
Tercapainya herd immunity ditentukan oleh kualitas dan efektifitas vaksin yang digunakan serta cakupan dari pelaksanaan vaksinasi itu.
Baca Juga
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmidzi mengatakan keterlibatan sektor swasta melalui program vaksinasi gotong royong merupakan alternatif yang mengakselerasi upaya pemerintah dalam mencapai herd immunity.
“Pada prinsipnya, makin banyak orang yang divaksinasi, makin cepat herd immunity tercapai. Jadi, program vaksinasi gotong royong ini justru adalah alternatif bagi pemerintah untuk mempercepat pencapaian herd immunity,” ujar Nadia kepada Bisnis, Kamis (28/1/2021).
Dia menjelaskan keterlibatan sektor swasta sebelumnya sudah pernah terjadi dalam program vaksinasi sehingga dapat dipastikan tidak akan mengacaukan target pemerintah dalam mencapai herd immunity.
Pemerintah sendiri menargetkan program vaksinasi rampung dalam waktu 1 tahun sehingga herd immunity atau imunitas populasi di Tanah Air bisa terbentuk pada 2022 agar tidak mengalami ketertinggalan dari negara lain dalam upaya pemulihan.