Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dan/atau entitas yang dimilikinya. RPP tersebut setidaknya akan memuat 13 pasal.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan bahwa perpajakan untuk LPI dibagi menjadi tiga bagian, salah satunya adalah masa investasi.
“Pada masa investasi, kalau PMN [penyertaan modal negara] yang diberikan dari APBN bukan merupakan objek PPh atau PPn. Aturan saat ini dan dalam rancangan PP juga seperti itu,” katanya saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara virtual, Rabu (27/1/2021).
Suahasil menjelaskan bahwa tekait dengan pengalihan saham, kalau itu milik pemerintah bukan merupakan objek PPh. Sedangkan dari BUMN kena PPh. Regulasi ini tidak akan berubah dari aturan yang ada.
Lalu tanah bangunan kepada LPI, maka harus dikenakan nilai wajar. Peraturan saat ini, BPHTB terutang 5 persen dari bruto dan dikapitalisasi sebagai harga perolehan aset. Sedangkan dalam RPP, BPHTB boleh menjadi pengurang penghasilan bruto pada tahun pajak tanah atau bangunan diperoleh.
Artinya, BPHTB boleh dibiayakan. Dengan begitu nilai dari LPI akan meningkat sehingga penciptaan nilai (value creation) akan terjadi pada LPI.
Maksud pemerintah melakukannya agar LPI bisa mendapat nilai. Dengan begitu dia bisa memupuk dana cadangan sampai 50 persen dari modal.
Maka dari titik 50 persen dari modal tersebut dan cadangan terbentuk, maka seluruh pajak LPI akan dibayarkan sesuai ketentuan berlaku. Pemerintah, tambah Suahasil punya atensi agar LPI mempercepat perolehan dana cadangan wajib agar cepat membagi dividen ke pemerintah dan juga bayar pajak.
“Karena itu kami mencari treatment pajak yang jika mau disimpelkan, pajak tidak akan memajaki LPI di awal. Tapi kita biarkan LPI bekerja. Kalau sudah melakukan banyak proyek, kemudian kita mengambil pajak dari pengelolaan LPI dan pengelolaan aset-aset tersebut,” jelasnya.