Bisnis.com, JAKARTA - Surplus transaksi berjalan Jerman menyusut untuk tahun kelima berturut-turut pada tahun lalu.
Sejalan dengan penyusutan tersebut, China berhasil mengambil alih ekonomi terbesar Eropa itu selama pandemi Covid-19 sebagai negara dengan surplus transaksi berjalan terbesar di dunia. Laporan ini diungkapkan sebuah survei oleh lembaga Ifo pada Jumat (22/1/2021).
Data tersebut menggarisbawahi pergeseran tektonik dalam perdagangan dunia yang dipicu oleh krisis Virus Corona ketika permintaan yang lebih tinggi di seluruh dunia untuk perlengkapan perlindungan medis dan perangkat elektronik mendorong ekspor China.
Institut Ifo yang berbasis di Munich mengatakan surplus neraca berjalan China, yang mengukur arus barang, jasa dan investasi, meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$4310 miliar tahun lalu.
Surplus neraca berjalan Jerman menyusut menjadi US$261 miliar pada 2020 karena permintaan untuk mobil, mesin, dan peralatan turun di banyak pasar ekspor utamanya, survei menunjukkan. Jepang berada di urutan ketiga dengan surplus transaksi berjalan sebesar US$158 miliar.
Namun jika diukur dalam kaitannya dengan output ekonomi, surplus transaksi berjalan Jerman tetap luar biasa tinggi di 6,9 persen pada tahun lalu, turun sedikit dari 7,1 persen pada 2019.
Baca Juga
Sejak 2011 surplus transaksi berjalan Jerman secara konsisten berada di atas ambang indikatif Uni Eropa sebesar 6,0 persen. Surplus mencapai rekor tertinggi 8,6 persen pada 2015.
Sebagai perbandingan, surplus neraca berjalan China tahun lalu mencapai 2,1 persen dan Jepang di 3,2 persen, menurut survei.
Amerika Serikat tetap menjadi negara dengan defisit transaksi berjalan terbesar di dunia yang naik sekitar sepertiga menjadi 635 miliar dolar AS pada 2020 atau 3,1 persen dari output ekonomi, survei menunjukkan.
Ini menunjukkan bahwa mantan Presiden AS Donald Trump gagal menekan defisit perdagangan meskipun dia memiliki agenda America First untuk melindungi pekerjaan industri dengan meningkatkan tarif impor barang asing.
Ekonom Ifo Christian Grimme mengatakan pembatasan terkait pandemi pada perjalanan dan pariwisata mendorong defisit jasa-jasa Jerman yang biasanya tinggi ke rekor terendah.
"Pada tahun lalu orang Jerman jauh lebih sedikit berlibur ke luar negeri karena Virus Corona," kata Grimme. Akibatnya, mereka menghabiskan lebih sedikit uang di negara lain seperti Spanyol, Italia, atau Yunani.