Bisnis.com, BRUSSELS — Uni Eropa meningkatkan tantangannya di Organisasi Perdagangan Dunia pada Kamis (14/1/2021) atas larangan ekspor bijih nikel Indonesia dengan meminta badan perdagangan yang berbasis di Jenewa membentuk panel untuk memutuskan kasus tersebut.
UE melontarkan keluhan awalnya pada November 2019 terhadap pembatasan ekspor bahan mentah terutama bijih nikel dan bijih besi yang digunakan untuk membuat baja tahan karat.
Komisi Eropa yang mengoordinasikan kebijakan perdagangan untuk 27 negara Uni Eropa mengatakan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia dan persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel dan bijih besi adalah ilegal dan tidak adil bagi produsen baja UE.
"Faktanya adalah bahwa tidak ada anggota WTO [World Trade Organization] yang diizinkan untuk membatasi ekspor bahan mentah dengan cara ini, memberlakukan pembatasan ilegal untuk menguntungkan produsen dalam negeri," kata Komisaris Perdagangan UE Valdis Dombrovskis dalam sebuah pernyataan seperti dikutip https://financialpost.com/ dari Reuters, Kamis (14/1/2021).
Permintaan dibentuknya panel mengikuti periode konsultasi dari 30 Januari 2020, yang gagal menyelesaikan masalah. Keputusan panel kemungkinan akan berlangsung setidaknya satu tahun lagi.
Komisi Eropa menuturkan bahwa industri baja tahan karat UE berproduksi pada level terendah selama 10 tahun, sedangkan Indonesia ditetapkan menjadi produsen terbesar kedua di dunia setelah China karena tindakan yang tidak adil.
Baca Juga
Industri baja tahan karat UE senilai US$20 miliar mempekerjakan sekitar 30.000 orang secara langsung, dengan pemain utama Acerinox, Aperam, Outokumpu, dan Acciai Speciali Terni.
Secara terpisah, UE memberlakukan bea masuk atas baja tahan karat canai panas dari Indonesia pada 2019 dan meluncurkan penyelidikan pada bulan September terhadap produk stainless canai dingin dari Indonesia.