Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan tren perdagangan internasional ke depannya akan mengarah pada barter dan rantai nilai global.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan disarankan untuk lebih intens melakukan penjajakan ke berbagai negara calon mitra potensial.
“Kita harus melihat sisi permintaan di negara tujuan. Sejak Perang Dagang Amerika Serikat dan China, era ke depan adalah GVC [rantai nilai global]. Kita tidak serta-merta berjualan begitu saja, kita perlu melihat bisa mengimpor apa dari mitra atau barter,” kata Aviliani saat dihubungi, Senin (11/1/2021).
Tren barter, di mana calon mitra juga bisa menawarkan produknya, disebut Aviliani akan banyak dipakai mengingat negara-negara di dunia akan lebih protektif terhadap pasar dalam negerinya. Selain memastikan ada akses pasar baru, mitra dagang akan memastikan perdagangan yang dijalin tidak mencederai pasar domestik.
“Jadi nanti tawaran ekspor juga harus disertai dengan apa saja yang bisa kita impor dari negara tersebut. Kenapa? Pandemi membuat banyak negara mengalami kendala keuangan. Jadi mereka protektif ke pasar dalam negerinya,” sambungnya.
Selain itu, pemerintah pun dia sebut harus bisa memilah barang antara (intermediate goods) apa saja yang bisa disertakan Indonesia dalam GVC dengan mitra dagang. Aviliani berpendapat produk antara dengan nilai tambah bisa lebih menjanjikan dibandingkan dengan produk konsumen akhir karena kebutuhan tiap negara berbeda-beda.
Baca Juga
“Yang dilakukan Kemendag mungkin keliling ke berbagai negara untuk melihat kebutuhan yang bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga insentif yang diberikan adalah ke eksportir yang bisa memenuhi pasar di luar,” kata dia.
Sementara itu, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto mengatakan potensi bisnis otomotif dan komponennya masih sangat besar ke depannya. Menurutnya, investasi di sektor ini menjanjikan baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
“Potensi pertumbuhan ekonomi yang kembali ke 5 persen dari adanya FTA bisa membuka peluang itu,” kata Jongkie.
Jongkie mengatakan peluang ekspor otomotif ke negara-negara nontradisional memang ada. Tetapi, potensi ini akan sangat bergantung pada kondisi perekonomian dan daya beli di negara tersebut.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengemukakan peningkatan ekspor produk manufaktur yang ikut serta dalam GVC seperti otomotif akan sangat tergantung pada principle atau pemegang merk produk tersebut.
Sebagai contoh, bagian kendaraan bermotor yang diproduksi di Indonesia tidak bisa serta-merta dikirim ke Australia karena sudah diisi oleh produk serupa yang dihasilkan di negara lain.
Meski demikian, Benny mengatakan peluang peningkatan ekspor bisa disasar Indonesia lewat optimalisasi produk kreativitas domestik, misalnya produk furnitur dan perhiasan. Produk pertanian pun dia sebut memiliki peluang ekspor selama diolah sebagai barang antara yang dibutuhkan dalam struktur GVC.