Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PSBB Jawa-Bali, APSyFI : Industri Tekstil Berharap Berkah Ramadan

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyatakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pulau Jawa dan Bali pada 22-25 Januari 2021 tidak akan mempengaruhi industri hulu tekstil dan produk tekstil (TPT).
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang. /Bisnis-Arief Hermawan
Pedagang menata kain tekstil di pasar Tanah Abang. /Bisnis-Arief Hermawan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyatakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Pulau Jawa dan Bali pada 22-25 Januari 2021 tidak akan mempengaruhi industri hulu tekstil dan produk tekstil (TPT).

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta menilai hal tersebut disebabkan oleh adanya izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Namun demikian, Redma berharap pemerintah tidak menutup pusat grosir tekstil dan produk tekstil (TPT) di daerah.

"Kami belum dapat mitigasi [kalau itu terjadi dan kalau] diperpanjang lagi hingga Ramadan," katanya kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021).

Rdma optimistis industri hulu TPT bisa mendapatkan berkah Ramadan pada tahun ini. Pasalnya, kondisi perekonomian nasional dinilai akan lebih baik dibandingkan Ramadan 2020.

Redma berujar berkah Ramadan 2021 dapat dinikmati pabrikan dengan beberapa syarat, yakni pengetatan impor produk TPT, terus terbukanya pusat grosir TPT, dan tidak ditutupnya pasar terbuka.

Redma menyatakan perbedaan perilaku konsumen TPT segmen kelas menengah atas dan menengah bawah makin kentara. Menurutnya, konsumen TPT bersegmen menengah atas cenderung berbelanja daring, sedangkan konsumen menengah bawah masih tetap pergi ke pasar untuk mendapatkan produk TPT.

"Kalau masih PSBB saat Lebaran dan [kapasitas] mal teratas, [konsumen menengah atas] bisa lewat dairing dan [konsumen menengah bawah] lewat pasar tradisional. Jadi, tidak teratasi oleh PSBB. Kalau [pasar dalam ruangan] tertutup ini agak susah," ucapnya.

PSBB pada awal pandemi memukul utilisasi industri hulu TPT ke kisaran 20 persen. Pasalnya, selain tingkat kepercayaan konsumen yang jatuh, pusat grosir TPT juga ditutup. Pada saat itu, Redma meramalkan pasar domestik TPT akan terkontraksi sekitar 20% secara tahunan menjadi sekitar 1,7 juta ton.

Dengan kata lain, konsumsi TPT per kapita akan turun dari 8,27 kilogram per kapita menjadi 6,6 kilogram per kapita. "Ini sebetulnya pasar [domestik] yang harus diproteksi pemerintah. Kalau bisa 100 persen [industri hilir] diisi oleh [bahan baku] produksi lokal," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper