Bisnis.com, JAKARTA - Terhitung mulai 1 Januari 2021, pemerintah menerapkan tarif bea meterai Rp10.000 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU No.10/2020).
Namun, masyarakat masih bisa menggunakan meterai Rp3.000 ribu dan Rp6.000 ribu dengan minimal nilai Rp9.000. Kebijakan tersebut berlaku selama masa transisi atau hingga akhir 2021 sambil menunggu keluarnya materai Rp10.000.
"Nah, tetapi ada di dalam UU itu ada masa transisinya bahwa materai yang lama yang Rp3.000 dan Rp6.000 itu masih bisa dipergunakan sampai dengan akhir 2021," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama ketika dihubungi Bisnis, Senin (4/1/2020).
Baca Juga
Berdasarkan Undang-undang 10/2020, Bea Materai adalah pajak atas dokumen. Kemudian pada Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa Bea Meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata.
Selain itu, bea meterai juga digunakan untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU No.10/2020, berikut dokumen-dokumen yang akan dikenai Bea Meterai:
1. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
2. Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
3. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
4. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
- menyebutkan penerimaan uang; atau
- berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
8. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.