Bisnis.com, JAKARTA - Undang-undang (UU) Kepelabuhanan yang terpisah dari UU Pelayaran hingga kini masih diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum yang berkaitan dengan investasi, tenaga kerja dan kelancaran arus barang.
Sekjen Indonesia Maritime Transportation and Logistic Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tentowi mengatakan tak hanya itu, masih diperlukan penguatan peran otoritas pelabuhan dengan membentuk badan otoritas pelabuhan yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Pembenahan kembali landasan sektor kepelabuhan itu didasari mengingat saat ini jumlah pelabuhan komersial dan non komersial di Indonesia telah lebih dari 1.000 pelabuhan, kemudian mempertimbangkan semakin banyaknya badan usaha pelabuhan yang diberikan konsesi, serta untuk mengintegrasikan pembangunan pelabuhan,” ujarnya, Senin (4/1/2021).
Menurutnya tak hanya di sektor kepelabuhanan, sektor logistik juga memerlukan Undang-Undang Logistik, guna mempercepat performance indeks logistik Indonesia pada masa mendatang.
Pasalnya hingga 2018, Logistik Performance Indeks (LPI) Indonesia berada pada posisi 46, atau masih dibawah Vietnam yang menempati posisi 39. Selain itu, biaya logistik di Indonesia juga masih di kisaran 24 persen dari product domestic bruto (PDB).
Kendati begitu, dia mengapresiasi berbagai upaya untuk mengefisiensikan biaya logistik di Indonesia, yang terus dilakukan oleh Pemerintah hingga saat ini, antara lain dengan mencanangkan National Logistic Ecosystem, menurunkan dwelling time , operasional 24/7, memberlakukan delivery order (DO) secara online, Indonesia National Single Window (INSW), Inaportnet, dan Pusat Logistik Berikat (PLB).
Baca Juga
Di luar dua isu tersebut, lanjutnya, terdapat sektor lainnya di bidang industri perkapalan nasional yang menyoroti kebijakan kredit berbunga rendah dan tenor yang panjang. Selain itu, perlu adanya peraturan menteri mengenai tata cara penahanan kapal di pelabuhan sesuai dengan pasal 223 ayat (2) UU No 17 tentang Pelayaran.
Pembenahan secara bertahap, kata dia, juga perlu dilakukan terhadap kegiatan angkutan laut dalam negeri maupun luar negeri, termasuk pariwisata maritim maupun kompetensi SDM kemaritiman.