Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penggunaan Bahan Dalam Negeri, REI Masih Tunggu Aturan Terperinci

REI masih menantikan aturan terperinci mengenai pewajiban penggunaan bahan-bahan dalam negeri dalam pembangunan properti.
Foto udara kawasan perumahan di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat./Bisnis/Abdullah Azzam
Foto udara kawasan perumahan di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat./Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Realestat Indonesia masih menunggu detail kebijakan kewajiban penggunaan barang produk dalam negeri untuk proyek properti.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan pembangunan rumah segmen menengah dan rumah sederhana telah menggunakan 100 persen produk lokal.

Namun, untuk rumah menengah atas masih menggunakan produk impor. Adapun produk impor yang digunakan berupa lantai marmer, eskalator, dan lift.

"Kalau rumah kelas menengah dan kelas menengah bawah sudah 100 persen menggunakan produk lokal. Yang menengah atas masih impor," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (4/1/2021).

Menurutnya, pihaknya masih menunggu detail kebijakan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait dengan penggunaan produk dalam negeri untuk proyek properti.

"Kami berharap bahan baku lokal bisa memenuhi dengan harga kompetitif. Kami masih menunggu kebijakannya seperti apa," kata Totok.

Untuk diketahui, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono akan mewajibkan penggunaan produk dalam negeri dalam proyek konstruksi dan properti mulai 2021. Dengan belanja produk dalam negeri ini dapat segera memulihkan ekonomi Indonesia.

Dorong Pemulihan Ekonomi

Sementara itu, DPR RI menilai kebijakan Kementerian PUPR yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri untuk proyek properti dan konstruksi pada 2021 akan berdampak signifikan bagi pemulihan ekonomi nasional. 

Wakil Ketua DPR RI Koordinator Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmat Gobel mengapresiasi kebijakan tersebut.

"Kebijakan Menteri PUPR sangat strategis bagi upaya pemulihan ekonomi sehingga perlu diikuti kementerian lain. Langkah ini harus mendapat dukungan penuh, termasuk oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) agar daya ungkit APBN terhadap pemulihan ekonomi nasional menjadi lebih bertenaga," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Pada September lalu, DPR menyetujui pengesahan APBN 2021 dengan total belanja negara sebesar Rp2.750 triliun. Secara keseluruhan belanja kementerian dan lembaga pada 2021 mencapai Rp1.032 triliun atau sekitar 37,5 persen dari total belanja negara. Alokasi ini mengalami peningkatan 23,3% dibandingkan APBN 2020 sebesar Rp836,4 triliun.

Menurutnya, belanja kementerian dan lembaga harus bisa digunakan semaksimal mungkin untuk membeli produk dalam negeri agar memberi dampak yang optimal bagi pemulihan ekonomi. "Jangan lagi terjadi belanja negara lebih banyak dimanfaatkan untuk membeli produk impor yang hanya menguntungkan negara lain."

Dia menilai kewajiban penggunaan produk lokal akan mempunyai multiplier effect yang besar terhadap perekonomian dan industri nasional.

Tidak hanya akan menghemat penggunaan devisa sekaligus menggerakkan industri manufaktur sehingga mampu memperluas lapangan kerja dan mengurangi tekanan terhadap penganguran.

Di era pandemi ini, pengangguran merupakan faktor yang harus dicermati. Akibat pelemahan ekonomi sejak pandemi Covid-19, banyak pelaku dunia usaha yang terpaksa mengurangi jumlah karyawan bahkan menutup usaha mereka.

Kewajiban kementerian dan lembaga negara untuk menggunakan produk dalam negeri menjadi sangat penting agar pelaku dunia usaha bisa kembali bergerak untuk membuka peluang kerja.

Dia optimistis langkah mewajibkan penggunaan produksi dalam negeri dalam belanja negara akan memberi angin segar terhadap investasi. Ini sejalan dengan tujuan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

“UU Cipta Kerja bertujuan mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi. Kita harus memanfaatkan momentum ini bagi kemajuan usaha nasional dan pengembangan sektor UMKM. Larangan penggunaan barang impor ini akan memperkuat sektor industri dalam negeri, termasuk UMKM," tuturnya.

Selain itu, penggunaan produk dalam negeri akan mendatangkan investasi asing. Kewajiban penggunaan produk lokal ini menciptakan harapan dan optimisme.

"Jadi, ada dampak budaya dan dampak mental. Kita harus membangkitkan semua sisi. Jadi jangan meremehkan kebijakan pelarangan penggunaan produk impor tersebut," ucapnya.

Dia menambahkan teori-teori pembangunan apa pun pasti akan berujung pada pembangunan mentalitas dan kebudayaan, karena itu merupakan hal dasar. Dengan adanya optimisme dan harapan maka semangat dan gairah akan muncul dengan sendirinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper