Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyelesaikan pemantauan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial tahun 2017-2019. Ini terdiri atas BPJS Kesehatan serta instansi pemerintah juga swasta di DKI Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan bahwa hasil pemeriksaan menyimpulkan pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial telah sesuai kriteria dengan pengecualian.
"Permasalahan signifikan yang ditemukan dalam pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial pada BPJS Kesehatan berkaitan dengan kelemahan pengendalian intern," katanya melalui konferensi pers melalui virtual, Selasa (29/12/2020).
Dori menjelaskan bahwa salah satu masalah tersebut adalah penganggaran iuran peserta pekerja penerima upah (PPU) penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah (kepala desa dan perangkat) melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) serta dana perhitungan fihak ketiga (PFK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.
"Permasalahan tersebut mengakibatkan BPJS Kesehatan tidak memperoleh informasi riil penghasilan PPU penyelenggara negara/daerah yang berpengaruh ke besaran iuran yang seharusnya dan hilangnya kesempatan memperoleh tambahan pendapatan iuran tahun 2019 sebesar Rp733,00 miliar," jelasnya.
Kehilangan tersebut karena belum seluruh kepala desa dan perangkatnya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
"Untuk itu BPK merekomendasikan kepada Direktur Utama BPJS Kesehatan agar membuat mekanisme atau petunjuk teknis terkait dengan integrasi antarfungsi unit dalam penganggaran penerimaan iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah, kepala desa dan perangkat desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucap Dori.