Bisnis.com, JAKARTA - Inggris dan Uni Eropa boleh saja telah menandatangani kesepakatan perdagangan, tetapi bisnis di Britania Raya masih menghadapi serangkaian perubahan yang sulit.
Di satu sisi, perjanjian dagang yang disepakati pada malam Natal 2020 itu melegakan pebisnis, karena menghindarkan dari tarif sangat mahal. Namun, pelepasan Inggris dari blok ekonomi itu masih akan menimbulkan gangguan yang signifikan bagi industri.
Pengakuan bersama atas standar yang memungkinkan produsen Inggris memasarkan ke Uni Eropa masih membutuhkan proses sertifikasi tambahan, dan itu bukanlah bagian dari kesepakatan.
Demikian pula, pekerja di industri jasa Inggris, yang akan menghadapi biaya dan birokrasi baru karena kualifikasi profesional mereka tidak lagi otomatis diakui di UE.
Kesepakatan itu juga mensyaratkan dokumen bea cukai tambahan dan pemeriksaan di perbatasan UE. Antrean truk yang terbentuk di sekitar Dover, pelabuhan tersibuk di Inggris, setelah Prancis memblokir lalu lintas yang masuk, membuat warga Inggris merasakan gangguan yang mungkin terjadi.
Dilansir Bloomberg, Senin (28/12/2020), setiap industri memiliki tantangan berbeda terkait Brexit untuk kelangsungan bisnis mereka. Otomotif Inggris misalnya, yang menghasilkan penjualan sekitar 79 miliar poundsterling (US$107 miliar) tahun lalu dan mempekerjakan sekitar 180.000 orang.
Baca Juga
Produsen kini harus memutuskan apakah akan bergerak maju dengan investasi model baru dan kapasitas produksi yang telah ditangguhkan selama bertahun-tahun sejak referendum.
Vauxhall, yang dimiliki oleh Grup PSA Prancis, telah meminta kejelasan lebih lanjut tentang Brexit sebelum memutuskan apakah akan menyetujui investasi lebih lanjut di pabriknya di Pelabuhan Ellesmere. Bagi pihak lain, penundaan kesepakatan telah berdampak negatif. Nissan Motor Co. telah memutuskan untuk tidak memproduksi model listrik di Inggris utara.
Sementara itu, sektor manufaktur yang berkontribusi 10 persen terhadap PDB Inggris harus menghadapi banyak dokumen dan peraturan standar baru. Hal itu dapat menciptakan tekanan substansial di seluruh negeri pada hari pertama di luar pasar tunggal dan serikat pabean.
Mengenai standar, tidak ada pengakuan timbal balik atas penilaian kesesuaian, yang berarti produsen harus mendapatkan persetujuan produk mereka secara terpisah oleh regulator di kedua pasar. Mereka mungkin juga harus menjalankan dua proses produksi terpisah jika spesifikasi Inggris Raya dan UE berbeda, sehingga menambah biaya.
Hal yang sama juga akan berlaku pada industri farmasi. Tanpa sertifikasi keamanan yang bersifat timbal balik, pengujian harus dilakukan di kedua pasar secara terpisah. Sekitar 45 juta bungkus obat-obatan berpindah dari Inggris ke UE setiap bulan. Sedangkan Inggris mengimpor 37 juta dari UE setiap bulan.
Bagi peritel, masalah pelik tarif telah menjadi perhatian terbesar karena biaya impor yang lebih tinggi harus dibebankan kepada konsumen selama resesi.
Peritel Inggris masih menghadapi serangkaian hambatan nontarif baru yang berasal dari biaya dan staf yang diperlukan untuk mengelola dokumen bea cukai tambahan. Gejolak apa pun dapat memperburuk dampak pandemi terhadap belanja konsumen.
Sementara itu, industri jasa keuangan termasuk yang belum tersentuh perjanjian dagang. Pemerintah Inggris menjanjikan pengaturan mengenai industri itu akan dituangkan dalam MoU khusus yang akan mulai dibahas awal tahun depan.
Bidang jasa juga termasuk teknologi informasi, hukum, akuntasi, konsultasi, dan arsitektur. Secara keseluruhan sektor ini menyumbang 80 persen ekonomi Inggris.
UE merupakan pasar ekspor jasa terbesar Inggris. Kurangnya pengakuan otomatis untuk kualifikasi profesional merupakan sebuah kemunduran. Ini berarti perusahaan harus melewati rintangan birokrasi ekstra untuk mendapatkan hak menyediakan layanan di negara anggota UE.
Perjalanan bisnis jangka pendek antara Inggris Raya dan UE akan terus berlanjut tanpa hambatan. Namun pebisnis Inggris hanya akan dapat melakukan perjalanan ke UE selama 90 hari dalam periode 180 hari.