Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belum Usai, Perjanjian Dagang Brexit Sisakan Sejumlah Masalah Mengantung

Berikut ini lima masalah besar yang masih memerlukan perhatian Inggris dan Uni Eropa.
Ilustrasi Brexit./Bloomberg
Ilustrasi Brexit./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Perjanjian perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa membawa kelegaan bagi bisnis, menghindari potensi pengenaan tarif sangat mahal dan perpecahan tanpa kesepakatan yang kacau dari mitra dagang terbesar Inggris minggu ini.

Namun, kesepakatan itu meninggalkan masalah besar yang belum terselesaikan dan berisiko menjadi batu sandungan ke depan. Berikut ini beberapa poin yang masih harus dibahas dan selesaikan kemudian. 

Pertama, persaingan bisnis yang sehat. Kesepakatan atas apa yang disebut sebagai "level playing field", yang menciptakan kondisi untuk persaingan yang adil antar bisnis, adalah salah satu bagian negosiasi yang paling sulit.

Kompromi yang disepakati berarti Inggris tidak harus mengekor undang-undang UE, tetapi blok tersebut dapat mengenakan tarif yang proporsional, tunduk pada arbitrase, jika Inggris terbukti mendistorsi persaingan yang sehat.

Hal itu juga berarti pertanyaan tentang pungutan atas perdagangan Inggris-UE masih jauh dari penyelesaian dan merupakan masalah langsung. Salah satu argumen utama kampanye untuk meninggalkan blok itu adalah bahwa Inggris akan mengambil kembali kendali atas hukumnya sendiri.

Kesepakatan itu juga berisi klausul “tinjauan” yang memungkinkan salah satu pihak untuk secara berkala menegosiasikan kembali bagian dari perjanjian ini jika mereka tidak sepakat dengan cara penggunaannya. Karena itu, kesepakatan perdagangan masih bisa runtuh di masa depan.

Kedua, pengaturan industri jasa keuangan. Kesepakatan yang diteken pada malam Natal itu hanya memberikan sedikit kejelasan bagi perusahaan keuangan.

Tidak ada keputusan tentang apa yang disebut kesetaraan, yang akan memungkinkan perusahaan untuk menjual layanan mereka ke pasar tunggal UE dari London. Perjanjian tersebut hanya memuat ketentuan standar tentang jasa keuangan, artinya tidak mencantumkan komitmen atas akses pasar.

Menteri Keuangan Rishi Sunak mengatakan pihaknya akan merundingkan nota kesepahaman dengan UE sebagai prioritas mendesak pada 2021 dan London akan melanjutkan diskusi dengan Brussels mengenai akses dan kesetaraan untuk layanan keuangan.

Ketiga, pertukaran data. Inggris dan UE hanya menyetujui solusi sementara untuk menjaga agar data tetap mengalir di antara wilayah mereka. Untuk jangka waktu sementara maksimal enam bulan, data dapat terus ditransfer hingga kesepakatan hukum terpisah tercapai.

Pejabat UE mengatakan kesepakatan kecukupan data yang akan menyatakan bahwa standar perlindungan data Inggris sebanding dengan blok tersebut, dapat dibuat pada awal 2021.

Keempat, akses perairan dan perikanan. Kesepakatan perdagangan Brexit berisi masa transisi lima setengah tahun untuk perikanan, di mana armada Inggris akan mengalami peningkatan hasil tangkapan di perairannya sebesar 25%, bagian dari jatah UE yang dipangkas. Setelah itu, akses akan tunduk pada negosiasi tahunan.

Perjanjian tersebut memberi Inggris dan Uni Eropa hak untuk memungut bea pada ikan satu sama lain jika mereka dapat menunjukkan bahwa pengurangan akses ke perairan di masa depan menyebabkan kerugian ekonomi atau sosial.

Kompromi itu ditanggapi dengan marah oleh nelayan Inggris. Federasi Nasional Organisasi Nelayan menggambarkannya sebagai pengkhianatan. Penangkapan ikan adalah masalah utama dalam kampanye Brexit dan mereka akan menekan pemerintah Inggris untuk membuat garis keras ketika pembicaraan berikutnya tiba.

Kelima, perbatasan Gibraltar. Inggris dan UE masih belum mencapai kesepakatan atas Gibraltar, wilayah Inggris yang terhubung ke daratan Spanyol.

Tanpa kesepakatan, melintasi perbatasan bisa jadi lebih sulit, yang dapat menyebabkan antrean panjang bagi penumpang dan gangguan ekonomi yang signifikan. Sekitar 15.000 pekerja melintasi perbatasan setiap hari.

Setiap upaya oleh Spanyol untuk mengikis atau bahkan mengakhiri kendali Inggris atas wilayah tersebut telah lama menimbulkan kecaman para anggota parlemen Konservatif, termasuk mantan pemimpin Iain Duncan Smith, dan mereka akan berjuang keras untuk menghentikan Inggris memberikan konsesi apa pun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper