Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh IndonesiaApersi mengeluhkan perbankan yang sangat membatasi pendanaan ke proyek properti selama pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Djumali mengatakan banyak proyek yang tadinya berjalan lancar tiba-tiba kesulitan dalam cash flow akibat likuiditas berkurang di perbankan.
"Kredit kontruksi juga tersendat karena perbankan mengalami kesulitan likuiditas atau mengurangi porsi penyaluran kredit baru," ujarnya kepada Bisnis pada Jumat (25/12/2020).
Menurutnya, kredit pemilikan rumah mengalami kontraksi akibat banyaknya persyaratan perbankan serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam memperoleh rumah. "Ini karena perbankan lebih selektif dalam menyalurkan KPR.”
Daniel menambahkan permintaan konsumen dan penjualan properti pasar menengah bawah atau subsidi MBR turun 30 persen hingga 40 persen, pasar menengah turun 50 persen hingga 60 persen, dan pasar atas turun 70 persen.
Selain itu, selama pandemi relatif hanya sedikit pembukaan proyek-proyek perumahan yang baru, karena pengembang harus ekstra hati-hati. "Pandemi ini membuat tekanan pada pengembang," tutur Daniel.
Kinerja bisnis properti selama tahun ini memang berada dalam tekanan terutama akibat pandemi Covid-19. Hampir semua subsektor properti mengalami tekanan sehingga kinerjanya merosot.
Meski demikian, subsektor perumahan tapak masih menjadi yang paling mampu untuk bertahan di tengah kondisi yang tak kunjung membaik ini.