Bisnis.com, JAKARTA — Sebagai negara yang berada di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki potensi sumber energi baru dan terbarukan yang melimpah, terutama dari energi surya. Sayangnya potensi tersebut masih terhambat untuk dimaksimalkan karena sulitnya fasilitas pembiayaan.
Ketua Bidang Advokasi dan Edukasi Asosiasi Energi Surya Indonesia Yonanes Bambang Sumaryo mengatakan bahwa potensi tenaga surya di Indonesia sebesar 163 GWp (gigawatt-peak) per tahun bisa hampir mencukupi kebutuhan listrik nasional. Total kebutuhan listrik nasional saat ini sebesar 270 Twh (Terrawatt-hour) per tahun.
Namun, dalam pelaksanaannya terdapat sejumlah tantangan dan hambatan dalam pengembangannya di Indonesia. Salah satu hambatan yang ditemui adalah masalah pembiayaan untuk investasi awal. Selain itu, tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi relatif terhadap yield tahunan.
Pasalnya, ketersediaan produk komponen PLTS saat ini mayoritas masih dipasok dari luar negeri sehingga masih membutuhkan biaya investasi yang besar.
"Pengembangan solar panel memerlukan dana yang besar di awal dan memerlukan pembiayaan dengan bunga rendah dan jangka pengembalian yang lama," katanya webinar Peran Serta IIF Menuju Pencapaian Transisi Energi 2050 yang diselenggarakan Bisnis Indonesia, Selasa (15/12/2020).
Di samping hambatan tersebut, Yohanes mengatakan bahwa pihaknya masih membutuhkan regulasi yang dapat mempercepat pengembangan pembangkit listrik tenaga surya.
Baca Juga
Yohanes menuturkan bahwa harapannya dalam pengembangan energi tenaga surya di Indonesia masih memiliki jangka waktu pengembalian investasi yang relatif lama apabila merujuk dengan harga jual listrik yang ada saat ini.
"Harapan masyarakat kalau bisa investasi di bawah 3 tahun kembali modal, tapi kenyataan dengan harga listrik sekarang masih di atas 5 tahun rata-rata 6 tahun—8 tahun," tuturnya.