Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontainer Langka, Kemenhub: Tak Ada Pengurangan Biaya Pelabuhan

Masalah kelangkaan kontainer atau peti kemas bagi pengusaha ekspor disebut jadi masalah antarbisnis. Pemerintah diminta memberikan insentif potongan biaya pelabuhan guna menunjukkan empati.
Kegiatan Bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Selasa (8/9/2020)./Bisnis-Bobi Bani.
Kegiatan Bongkar muat kontainer di Pelabuhan Batu Ampar, Selasa (8/9/2020)./Bisnis-Bobi Bani.

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah belum berencana memberikan insentif pengurangan biaya pelabuhan untuk mengurangi biaya angkut (freight) pelayaran akibat adanya kelangkaan kontainer ekspor.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antoni Arif Priadi mengatakan belum ada rencana kebijakan insentif biaya pelabuhan bagi bongkar muat kontainer kosong.

"Belum ada kebijakan pemberian insentif pengurangan biaya pelabuhan. Ini sepertinya isunya saya nggak tahu ada apa, kami cek di Pelabuhan Tanjung Perak kontainer 40 feet kosong malah di ekspor," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (13/12/2020).

Dia menjelaskan saat ini dilihat dari perdagangan China ke Amerika yang begitu besar muatannya, perusahaan pelayaran hanya tertarik melayani rute long haul itu.

Arif juga menyebut Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) juga menyampaikan terdapat ratusan kontainer yang tertahan karena belum selesai kepabeanannya akan dipercepat sehingga dapat dimanfaatkan untuk ekspor.

Asisten Deputi Bidang Logistik Kementerian Perekonomian Erwin Raza menjelaskan pemerintah akan mencoba untuk memfasilitasi pertemuan antara pemilik barang dengan pelaku usaha pelayaran (main line operator) dengan skema bisnis ke bisnis.

"Untuk itu, Ditjen Pengembangan Ekspor akan terlebih dahulu melakukan pemetaan data untuk memastikan dari pemilik barang  berapa kebutuhan kontainer kosong dan ke mana negara tujuan ekspor, sebagai dasar untuk penyediaan kontainer kosong dan ruang kapal oleh main line operator," paparnya kepada Bisnis.

Masalah kelangkaan kontainer atau peti kemas bagi pengusaha ekspor disebut jadi masalah antarbisnis. Pemerintah diminta memberikan insentif potongan biaya pelabuhan guna menunjukkan empati.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menuturkan pemerintah tidak dapat turun langsung menyelesaikan permasalahan kelangkaan peti kemas untuk ekspor. Pasalnya, ini kebijakan pasar yang akan menemukan keseimbangan baru.

"Masalah kelangkaan kontainer dan angkutan laut masalah pasar tidak bisa diselesaikan oleh peraturan pemerintah, manakala keseimbangan ekspor dan impor sudah mencapai equilibrium baru maka selesai sudah masalah peti kemas tersebut," ujarnya kepada Bisnis.

Dengan demikian, terangnya, pemerintah tidak dapat mengintervensi secara langsung permasalahan tersebut. Sebaliknya, eksportir harus bisa menerima konsekuensi dari langkanya kontainer yang berujung meningkatnya harga freight (biaya angkut) dan keterbatasan pengangkutan dan pelayaran yang memberikan pelayanan dengan harga berlipat.

Menurut Benny, pemerintah hanya dapat memberikan keringanan berupa potongan biaya pelabuhan hingga 50 persen. Hal ini memang tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan biaya angkut, tetapi menunjukkan kepedulian pemerintah.

"Yang bisa diperbuat pemerintah adalah biaya pelabuhan diberikan diskon 50 persen. Memang tidak [signifikan], hanya paling tidak ada empati pemerintah terhadap kesulitan pelaku ekspor," paparnya.

Saat ini, di tengah perdagangan global yang belum pulih akibat pandemi Covid-19, dunia justru dikejutkan oleh kabar kekurangan peti kemas.

Kelangkaan ini mengerek harga pembelian peti kemas baru dan tarif sewa hingga 50 persen, mengganggu lalu lintas pelabuhan, menimbulkan biaya tambahan, dan memperlambat pengapalan menjelang liburan.

Lonjakan ekspor China dan permintaan konsumen yang kuat di Amerika Serikat membantu menjelaskan keketatan pasokan kontainer.

Dilansir Bloomberg, Senin (9/11/2020), perusahaan pelayaran besar, seperti Hapag-Lloyd AG, berusaha keras reposisi kontainer berukuran 40 kaki dari pelabuhan-pelabuhan yang kurang sibuk.

Direktur Logistik Peti Kemas Global Hapag-Lloyd Nico Hecker menjulukinya sebagai momen ‘angsa hitam’. Perusahaan angkutan laut Jerman itu mengalami kenaikan permintaan kontainer 40 kaki terkuat setelah mengalami penurunan permintaan terdalam yang pernah ada akibat pandemi.

Berdasarkan data Container xChange, platform online yang berbasis di Hamburg, Jerman, indeks ketersediaan kontainer 0,04 khusus untuk kontainer 40 kaki di Los Angeles, sedangkan di Shanghai 0,22. Pada skala nol hingga 1, semakin kecil skala menunjukkan semakin kekurangannya terhadap kontainer.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper