Bisnis.com, JAKARTA - Masalah kelangkaan kontainer atau peti kemas bagi pengusaha ekspor disebut jadi masalah antarbisnis. Pemerintah diminta memberikan insentif potongan biaya pelabuhan guna menunjukkan empati.
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menuturkan pemerintah tidak dapat turun langsung menyelesaikan permasalahan kelangkaan peti kemas untuk ekspor. Pasalnya, ini kebijakan pasar yang akan menemukan keseimbangan baru.
"Masalah kelangkaan kontainer dan angkutan laut masalah pasar tidak bisa diselesaikan oleh peraturan pemerintah, manakala keseimbangan ekspor dan impor sudah mencapai equilibrium baru maka selesai sudah masalah peti kemas tersebut," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (10/12/2020).
Dengan demikian, terangnya, pemerintah tidak dapat mengintervensi secara langsung permasalahan tersebut. Sementara eksportir harus bisa menerima konsekuensi dari langkanya kontainer yang berujung meningkatnya harga freight (biaya angkut) dan keterbatasan pengangkutan dan pelayaran memberikan pelayanan dengan harga berlipat.
Menurut Benny, pemerintah hanya dapat memberikan keringanan berupa potongan biaya pelabuhan hingga 50 persen. Hal ini memang tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan biaya angkut, tetapi menunjukkan kepedulian pemerintah.
"Yang bisa di perbuat pemerintah adalah biaya pelabuhan diberikan diskon 50 persen. Memang tidak [signifikan], hanya paling tidak ada empati pemerintah terhadap kesulitan pelaku ekspor," paparnya.
Baca Juga
Saat ini, di tengah perdagangan global yang belum pulih akibat pandemi Covid-19, dunia justru dikejutkan oleh kabar kekurangan peti kemas. Kelangkaan ini mengerek harga pembelian peti kemas baru dan tarif sewa hingga 50 persen, mengganggu lalu lintas pelabuhan, menimbulkan biaya tambahan, dan memperlambat pengapalan menjelang liburan.
Lonjakan ekspor China dan permintaan konsumen yang kuat di Amerika Serikat membantu menjelaskan keketatan pasokan kontainer. Dilansir Bloomberg, Senin (9/11/2020), perusahaan pelayaran besar, seperti Hapag-Lloyd AG, berusaha keras reposisi kontainer berukuran 40 kaki dari pelabuhan-pelabuhan yang kurang sibuk. Direktur Logistik Peti Kemas Global Hapag-Lloyd Nico Hecker menjulukinya sebagai momen ‘angsa hitam’.
Perusahaan angkutan laut Jerman itu mengalami kenaikan permintaan kontainer 40 kaki terkuat setelah mengalami penurunan permintaan terdalam yang pernah ada akibat pandemi.
Berdasarkan data Container xChange, platform online yang berbasis di Hamburg, Jerman, indeks ketersediaan kontainer 0,04 khusus untuk kontainer 40 kaki di Los Angeles, sedangkan di Shanghai 0,22. Pada skala nol hingga 1, semakin kecil skala menunjukkan semakin kekurangannya terhadap kontainer.