JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan lembaganya belum optimal dalam mengumpulkan pajak. Padahal, pungutan berperan penting dalam pembangunan Indonesia.
“Kita akui tax ratio [rasio pajak] rendah. Itu bukan hal membanggakan,” katanya saat sambutan melalui diskusi virtual, Kamis (3/12/2020).
Dia menjelaskan ketersediaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, bahkan pasokan pangan yang memadai untuk ratusan juta masyarakat Indonesia bisa tercipta lewat pajak. Akhirnya, kata dia, pungutan negara kepada masyarakat akan membuat rakyat sejahtera.
Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan akan mengerahkan seluruh upaya dan usaha demi memaksimalkan penerimaan negara. Salah satunya lewat reformasi organisasi hingga inovasi dalam pemungutan pajak.
“Itu semua ikhitiar kita untuk mengumpulkan penerimaaan negara yang tinggi,” jelas Menkeu.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan rasio pajak pada 2020 sebesar 7,90 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dia mengakui angka tersebut terus mengalami penurunan sejak 2018. Pasalnya, rasio pajak mencapai 10,24 persen pada dua tahun lalu.
Baca Juga
Namun, angka itu turun menjadi 9,76 persen pada 2019. Sementara itu, pemerintah lebih optimistis menyongsong. Berdasarkan data APBN 2021, rasio pajak dipatok 8,18 persen.
Sebelumnya, Kemenkeu mencatat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga Oktober 2020 mengalami defisit Rp764,9 triliun. Salah satu penyebabnya karena penerimaan pajak yang anjlok hingga 18,8 persen.
Defisit tersebut setara dengan 4,67 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini masih di bawah batas maksimal, yaitu Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen.
“Defisit APBN 2020 masih cukup baik dibandingkan dengan negara lain. APBN akan melaksanakan fungsinya secara countercyclical,” ucap Sri Mulyani pada Senin (23/11/2020).