Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) Indonesia Eddy Abdurrachman mengatakan penyesuaian kebijakan penyeimbangan pasokan dan permintaan perlu diambil seiring semakin lebarnya selisih harga CPO dan solar.
Menurutnya, Llangkah itu perlu dilakukan demi menjaga keseimbangan pasar CPO pada masa mendatang.
Eddy mengatakan selisih yang melebar antara kedua komoditas ini bisa mengganggu keberlanjutan program campuran 30 persen biodiesel dan solar (B30) yang selama ini menjadi menopang serapan domestik.
BPDP-KS memproyeksikan kebutuhan dana insentif akan meningkat pada 2021 karena selisih harga biodiesel dan solar diperkirakan akan mencapai Rp4.228 sampai Rp5.835 per liternya.
“Dengan dinamika pergerakan harga ini, diproyeksikan pada 2021 kebutuhan dana untuk menopang B30 akan naik sangat signifikan. Untuk menjaga keseimbangan pasar sawit yang baru yang telah terbentuk sejak 2015 dengan implementasi mandatori biodiesel, maka diperlukan penyesuaian kebijakan,” kata Eddy dalam IPOC 2020, Rabu (2/12/2020).
Penyerapan CPO untuk kebutuhan energi domestik terbukti telah membawa harga CPO kepada posisi yang lebih stabil. Kebijakan ini berhasil mengurangi deviasi harga CPO global dari yang awalnya mencapai US$138,11 per ton pada periode 2012-2015 menjadi US$94,3 per ton pada 2015-2020.
Baca Juga
“Mandatori ini menyebabkan volume konsumsi domestik naik signifikan seiring berkurangnya ketergantungan pada ekspor untuk stabilisasi harga,” lanjutnya.
Eddy mengatakan daya tawar harga ekspor sawit pada 2012-2015 sangat lemah karena tingginya produksi tidak diiringi dengan permintaan domestik yang kuat. Serapan CPO saat itu hanya bertumpu pada kebutuhan industri pangan dan oleochemical dan selebihnya mengandalkan ekspor.
Guna menjamin keberlanjutan program mandatori biodiesel yang memainkan peran penting dalam keseimbangan ini, Eddy mengatakan jaminan produksi dari kebun swadaya perlu diperhatikan. Dia mencatat bahwa perbandingan produksi CPO dari kebun swadaya dan alokasi biodiesel setiap tahunnya semakin tipis.
Pada 2020, produksi kebun sawit swadaya diperkirakan mencapai 8,15 juta ton, sedangkan alokasi biodiesel yang ditetapkan mencapai 8,35 juta ton.
“Dapat kita simpulkan bahwa kebun swadaya sangat penting untuk keberlanjutan program mandatori biodiesel. Oleh karena itu seiring bertambahnya permintaan bahan bakar dan alokasi biodiesel, maka program peremajaan memainkan peran penting,” kata Eddy.
Pemerintah sendiri telah memasang target untuk peremajaan 500.000 hektare (ha) kebun sawit swadaya dalam kurun tiga tahun ke depan. Peremajaan ini berbanding lurus dengan proyeksi kenaikan konsumsi domestik, terutama untuk program B30.
“Semua pihak harus bekerja sama menyukseskan program ini. Kalau berjalan lambat maka produktivitas sawit akan turun pada 2023 dan seterusnya,” kata dia.