Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Harga Sawit Berpotensi Kerek Harga Pangan di Tingkat Ritel

Harga minyak sawit yang hampir menyamai level tertingginya dalam 8 tahun terakhir diperkirakan akan berdampak pada harga makan olahan di tingkat ritel. Pasokan yang ketat dan prospek pemulihan ekonomi membuat konsumsi bakal meningkat.
Calon pembeli memilih makanan di salah satu minimarket yang ada di Jakarta, Senin (18/2/2019).
Calon pembeli memilih makanan di salah satu minimarket yang ada di Jakarta, Senin (18/2/2019).

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak sawit yang hampir menyamai level tertingginya dalam 8 tahun terakhir diperkirakan akan berdampak pada harga makan olahan di tingkat ritel. Pasokan yang ketat dan prospek pemulihan ekonomi membuat konsumsi bakal meningkat.

Sebagai bahan baku untuk separuh produk yang dijual di supermarket, Bloomberg melaporkan bahwa harga minyak sawit naik 70 persen dibandingkan pada Mei lalu. Reli ini melampaui harga minyak kedelai yang naik 58 persen dibandingkan harga terendahnya pada Maret.

Cuaca yang tak mendukung telah mengganggu produksi minyak nabati lain seperti mintak kedelai. Pasokan minyak sawit pun semakin ketat seiring dengan terbatasnya jumlah pekerja migran yang mengelola perkebunan sawit di Malaysia, produsen terbedar nomor dua komoditas ini.

“Harga barang di supermarket akan naik dalam sebulan ini. Harga minyak untuk kebutuhan pangan akan paling terpengaruhi,” kata Sathia Varqa dari Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (28/11/2020).

Selisih antara harga minyak kedelai dan minyak sawit tidak pernah sedekat ini sejak 2011. Pada tahun tersebut, La Nina mengakibatkan produksi minyak pangan berkurang secara global dan berimbas pada kenaikan harga makanan di tingkat konsumen.

Untuk saat ini, dampak dari reli harga minyak sawit cukup bisa tertahan oleh serangkaian kebijakan pemerintah untuk menjaga daya beli konsumen. Di India yang menjadi salah satu importir terbesar minyak sawit misalnya, pemerintah memutuskan untuk memangkas tarif masuk yang mulai berlaku pada Jumat (27/11/2020) untuk mencegah kenaikan harga di konsumen.

“Harga yang lebih tinggi pada akhirnya akan menyebabkan kontraksi permintaan,” kata Dorab Mistry, direktur Godrej International.

Di sisi lain, sejumlah analis memperkirakan reli harga minyak sawit akan memaksa sejumlah negara untuk menunda mandatori penyerapan minyak sawit sebagai bahan baku energi. Indonesia telah memutuskan untuk menunda kewajiban 40 persen kandungan biodiesel seiring kian lebarnya selisih harga minyak sawit dan minyak bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper