Bisnis.com, JAKARTA - Industri plastik diproyeksikan masih terkonsolidasi di zona merah meski sejumlah investasi di hulu telah terealisasi pada tahun ini.
Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyatakan salah satu realisasi investasi pada industri plastik tahun ini adalah perluasan pabrik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (CAP), yang membuat kapasitas produksi high density polyethylene (HDPE) bertambah 250.000 ton.
"[Dampak investasi tersebut] belum optimal karena masih beberapa bulan [terakhir produksinya]. Kalau 2021, kemungkinan supply [ke industri hilir] dalam negeri bisa lebih banyak karena ekspansi 202 bisa full running pada 2021," kata Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono kepada Bisnis, Kamis (26/11/2020).
Selain menambah kapasitas produksi HDPE, perluasan pabrik CAP juga menambah kapasitas produksi beberapa olefin, seperti polyethylene, polypropylene, dan polyvinyl chloride.
Fajar menghitung penambahan investasi oleh CAP akan mengurangi ketergantungan impor industri hilir plastik sekitar 5 persen pada 2021 menjadi maksimal 50 persen dari total kebutuhan olefin nasional.
Fajar menilai kondisi net impor olefin nasional tersebut baru dapat berbalik setidaknya pada 2030. Industri olefin nasional dapat menjadi net eksportir lantaran kondisi saat ini, yakni peraturan pemerintah sudah mulai proindustri, seperti penurunan tarif gas dan pengesahan Undang-undang (UU) No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga
Walakin, volume produksi industri plastik sepanjang 2020 masih akan tumbuh negatif. Pasalnya, serapan olefin oleh industri hilir plastik nasional hilang sekitar 7 bulan. Alhasil, menurutnya, volume produksi industri plastik akan tumbuh minus 2,5 persen secara tahunan.
"Di hilirnya,[seperti] pasar tradisional, masih belum tumbuh bagus. Kemudian, industri yang berhubungan dengan pariwisata dan pesta belum banyak [pemulihan]," ucapnya.
Salah satu indikasi yang Fajar contohkan adalah utilisasi air minum dalam kemasan (AMDK) gelas yang masih berada di bawah 40 persen.
Namun demikian, Fajar mengamati permintaan domestik mulai kembali terbentuk. Pada saat yang bersamaan, prosedur ekspor produk petrokimia ke beberapa negara, khususnya China, menjadi sulit.
"November ini permintaan lokal sudah mulai membaik. Kemudian, untuk ekspor terkendala masalah kontainer, sehingga untuk November-Desember kebanyakan [hasil produksi] untuk pasar lokal," ucapnya.
Kementerian Perindustrian mencatat hingga kuartal II/2020, pertumbuhan sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional mencapai 8,65 persen.
Adapun pada 2019, bersama dengan industri di sektor kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT), sektor tersebut berkontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp265 triliun.
Nilai investasi di sektor industri kimia tercatat Rp6,04 triliun hingga kuartal II/2020. Dengan semua indikator tersebut, pemerintah menilai bahan kimia merupakan komoditas yang sangat strategis dan menentukan arah kebijakan terutama di bidang ekonomi.