Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Ini Saran Ekonom Urai Persoalan Gula di Indonesia

Pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pergulaan yang tegas jika defisit neraca gula ingin segera diperbaiki.
Iim Fathimah Timorria
Iim Fathimah Timorria - Bisnis.com 24 November 2020  |  20:45 WIB
Ini Saran Ekonom Urai Persoalan Gula di Indonesia
Karyawan bekerja di dalam gudang penyimpanan stok gula pasir milik PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Blitar, Jawa Timur, Senin (9/3/2020). Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional menyatakan harga gula secara nasional berangsur naik hingga mencapai Rp16.550 per kilogram sejak Jumat (6/3/2020) kemarin, dari harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar Rp 12.500 per kilogram. ANTARA FOTO - Irfan Anshori

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan pelaku pergulaan nasional disarankan untuk mengambil sejumlah langkah konkrit guna meningkatkan daya saing gula domestik sekaligus mengurai permasalahan yang kerap dihadapi komoditas ini.

Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengatakan pemerintah perlu menyiapkan kebijakan pergulaan yang tegas jika defisit neraca gula ingin ditambal. Salah satunya dengan komitmen perluasan wilayah penanaman tebu.

“Jika target swasembada ingin dicapai, perlu kebijakan yang tegas. Setidaknya kita memerlukan 400.000 bahkan sampai 700.000 hektare lahan untuk mencapai target tersebut. Saya kira dengan skema food estate, gula harus ada yang masuk,” kata Bustanul, Kamis (24/11/2020).

Bustanul juga menyebutkan terobosan teknologi dan pengembangan perlu didorong untuk meningkatkan produktivitas tebu nasional yang setiap tahunnya hanya menghasilkan 2,2 juta ton gula. Dari perhitungan yang dia lakukan, peningkatan produktivitas bisa menyumbang surplus pendapatan senilai Rp7 triliun.

“Selain itu perlu insentif khusus bagi petani. Daripada mereka menunggu 9 bulan sampai panen, perlu ada pembiayaan pertanian yang memungkinkan terjadinya cash flow untuk 2 sampai 3 bulan,” kata Bustanul.

Kebijakan soal harga pun tak kalah penting. Bustanul mencatat bahwa kebijakan harga acuan kerap tak berjalan di lapangan karena tidak ada lembaga yang mengimplementasikan penindakan (enforcement).

Dia pun berpendapat terlibatnya Satgas Pangan dalam penindakan pelanggaran harga justru menjadi distorsi baru di pasar.

“Kalau memang HET tidak bisa diterapkan dan tidak ada agennya jangan diserahkan ke Satgas Pangan karena menjadi distorsi. Jika memang ada [agennya] silakan HET diterapkan, tetapi kalau tidak ada kita lihat sendiri bagaimana fluktuasinya,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Badan Pengarah Asosiasi Gula Indonesia, Dwi Satriyo Annurogo mengatakan target pemerintah untuk mencapai swasembada gula harus dikejar melalui penambahan pabrik gula baru. Menurutnya, impor gula yang tinggi saat ini harus menjadi evaluasi bagi setiap pemangku kepentingan.

"Kita tahu kebijakan gula sudah ada beberapa yang diterbitkan dan terus dievaluasi, apa yang harus dilakukan secara mendasar," kata Dwi.

Sebagaimana diketahui, rata-rata produksi gula nasional hanya berkisar di angka 2,2 juta ton per tahun. Adapun kebutuhan gula konsumsi per tahun mencapai 2,8 juta ton dan gula industri 3,62 juta ton. Artinya kebutuhan impor bisa mencapai 4,22 juta ton setiap tahunnya.

Sejauh ini, Kementerian Pertanian baru memasang target untuk mencapai swasembada gula konsumsi dengan penambahan produksi sebesar 676.000 ton dalam kurun 2020-2023. Target ini diharapkan dapat dicapai lewat upaya ekstensifikasi lahan seluas 50.000 hektare dan intensifikasi lahan di area seluas 200.000 hektare.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

produksi gula swasembada gula
Editor : Amanda Kusumawardhani

Artikel Terkait



Berita Terkini

back to top To top